Selasa, 28 Februari 2017

Identifikasi kata

Kata adalah suatu unit dari suatu bahasa yang mengandung arti dan terdiri dari satu atau lebih morfem. Kata adalah merupakan bahasa terkecil yang dapat berdiri sendiri. Umumnya kata terdiri dari satu akar kata tanpa atau dengan beberapa afiks. Gabungan kata-kata dapat membentuk frasa, klausa, atau kalimat.

Berdasarkan bentuknya, kata bisa digolongkan menjadi empat: kata dasar, kata turunan, kata ulang, dan kata majemuk. Kata dasar adalah kata yang merupakan dasar pembentukan kata turunan atau kata berimbuhan. Perubahan pada kata turunan disebabkan karena adanya afiks atau imbuhan baik di awal (prefiks atau awalan), tengah (infiks atau sisipan), maupun akhir (sufiks atau akhiran) kata. Kata ulang adalah kata dasar atau bentuk dasar yang mengalami perulangan baik seluruh maupun sebagian sedangkan kata majemuk adalah gabungan beberapa kata dasar yang berbeda membentuk suatu arti baru.

Jenis kata dan fungsi

NOMINA (KATA BENDA)

Nomina adalah kelas kata yang dalam bahasa Indonesia ditandai oleh tidak dapatnya bergabung dengan kata tidak. Contohnya, katarumah adalah nomina karena tidak mungkin dikatakan tidak rumah, biasanya dapat berfungsi sebagai subjek atau objek dari klausa. Nomina dibagi lagi menjadi beberapa jenis, antara lain;

Abstrak, nomina yang biasanya berasal dari adjektiva atau verba, yang tidak menunjuk pada sebuah objek tetapi pada suatu kejadian atau pada suatu abstraksi;Atributif, nomina yang membatasi nomina lain, misalnya hutan dalam anjing hutan;Kolektif, nomina yang menunjukkan kelompok orang, benda, atau id;Konkret, nomina yang menunjukkan benda berwujud;Predikatif, nomina atau pronomina yang berfungsi sebagai predikat, misalnya gurudalam Simon menjadi guru, dan dia dalamitu dia;Verbal, nomina yang fungsi dan maknanya berdekatan degan verba

ADJEKTIVA (KATA SIFAT)

Adjektiva adalah kata yang menerangkan nomina (kata benda) dan secara umum dapat bergabung dng kata lebih dan sangat. Contohnya adalah kati cantik, jelek, rusak, dan lain-lain.
VERBA (KATA KERJA)

Verba adalah kelas kata yang menggambarkan proses, perbuatan, atau keadaan (kata kerja). Verba dibagi menjadi 24 jenis, antara lain:

Atelis, verba yang menggambarkan perbuatan yang tidak tuntas;Bantu, kata yang dipakai untuk menerangkan verba dalam frasa verbal, biasanya untuk menandai modus, kala, atau aspek;Defektif, verba yang tidak mempunyai semua bentuk konjugasi;Desiderative, verba yang menyatakan keinginan untuk melaksanakan perbuatan;Ekuatif, verba yang menghubungkan subjek dengan komplemen (seperti be, seem, become dalam bahasa Inggris)Faktif, verba yang mempunyai komplemen kalimat dan yang menyimpulkan kebenaran komplemen itu (msl tahu dalam para sarjana tahu bahwa mereka masih belajar); atau dapat juga berarti verba yang mempunyai dua komplemen, seperti memilih, mengangkatFinit, bentuk verba yang dibatasi oleh kala dan dalam beberapa bahasa menunjukkan kesesuaian dengan persona dan jumlah;Frekuentatif, bentuk verba yang menyatakan kebiasaan atau perbuatan berulang dalam bahasa Rusia;Impersonal, verba yang hanya dipakai dalam persona ketiga singularis dan tidak bersangkutan dengan nomina tertentu;Instrumentatif, verba yang menunjukkan alat perbuatan di dalam maknanya;Intransitive, verba yang tidak menggunakan objek;Kausatif, verba yang berarti menyebabkan atau menjadikan sebab;Komposit, verba yang terdiri atas dua bagian yang dalam struktur kalimat dipisahkan oleh objek dari verba itu;Modal, verba bantu yang digunakan untuk menyatakan modus seperti optatif, obligatif;Performatif, verba dalam kalimat dengan kala kini dengan “saya” sebagai subjek dengan atau tanpa “Anda” sebagai objek taklangsung, yang secara langsung menyatakan pertuturan yang dibuat pembicara pada waktu mengujarkan kalimat;Personal, verba yang dipakai dalam ketiga persona;Refleksif, verba yang digunakan bersama dengan pronomina refleksif;Resiprokal, verba yang maknanya bersangkutan dengan perbuatan timbal balik;Statif, verba yang tidak dapat disertai kata bantu sedang;Takteratur, verba yang berubah vokal akarnya untuk mengubah kala dan bukannya dengan menambah sufiks inflektif;Telis, verba yang menggambarkan perbuatan yang tuntas, misalnya verbamenebang pohon yang berbeda dengansedang menebang dalam kalimat Mereka sedang menebang pohon yang merupakan verba jenis ini;Teratur, verba yang dikonjugasikan dengan sufiks inflektif menurut paradigma kelasnya dalam suatu bahasa;Transitif, verba yang memiliki objek;Utama, bentuk verba yang mengungkapkan makna ‘perbuatan’ (dipertentangkan dengan verba bantu)

NUMERALIA (KATA BILANGAN)

Numeralia adalah kelas kata (atau frasa) yang menunjukkan bilangan atau kuantitas. Numeralia dapat dibagi menjadi beberapa jenis, antara lain:

Multiplikatif, numeralia yang menyatakan beberapa kali perbuatan terjadi, misalnya sekali, dua kali, dan sebagainya;Partitif, numeralia yang menyatakan pecahan, misalnya setengah, sepertujuh, dan sebagainya;Pokok, numeralia yang memberi jawaban atas pertanyaan berapa?;Tingkat, numeralia yang memberi jawab atas pertanyaan ke berapa?

PRONOMINA (KATA GANTI)

Pronomina adalah kelas kata yang dipakai untuk mengganti orang atau benda. Misalnya kata aku, engkau, dia; Pronomina juga dibagi menjadi pronominal persona, yaitu pronominal yang menunjukkan kategori persona seperti saya, ia, mereka, kita, kami, dan seterusnya.

ADVERBIA (KATA KETERANGAN)

Adverbia adalah kelas kata yang memberikan keterangan pada verba, adjektiva, nomina predikatif, atau kalimat, misalnya sangat, lebih, tidak

KONJUNGSI (KATA SAMBUNG)

Konjungsi adalah kata atau ungkapan penghubung antarkata, antarfrasa, antarklausa, dan antarkalimat. Konjungsi dibagi menjadi dua, yaitu:
Koordinatif, konjungsi yang menggabungkan kata atau klausa yang berstatus sama, misalnya dan, tetapi, atau;Subordinatif, konjungsi yang menghubungkan anak kalimat dan induk kalimat atau menghubungkan bagian dari kalimat subordinatif

PREPOSISI (KATA DEPAN)

Preposisi adalah kelas kata yang biasa terdapat di depan nomina, misalnya, dari, dengan, di, dan ke.

ARTIKEL (KATA SANDANG)

Artikel adalah unsur yang dipakai untuk membatasi atau memodifikasi nomina, misalnya the dalam bahasa Inggris. Atau dalam bahasa Indonesia lazim digunakan artikel -lah, -pun.

INTERJEKSI (KATA SERU)

Interjeksi adalah kelas kata yang mengungkapkan seruan perasaan.

Akhirnya, itulah dia 10 jenis kata menurut Aristoteles. Jika kalian bertanya tentang tujuan Om mengirim undangan seperti ini, mungkin kita bisa mulai dari kalian menjawab pertanyaan Om yang satu ini

Teori perubahan bahasa

Penyebab internal

1. Transmisi intergenerasi

Teori ini menjelaskan bahwa perubahan bahasa dikarenakan ketidaksempurnaan transmisi perolehan bahasa ibu oleh generasi berikutnya.[3] Dengan kata lain, anak-anak, ketika melakukan akuisisi bahasa pertamanya cenderung melakukan penyimpangan, dan bentuk penyimpangan-penyimpangan tersebut mempengaruhi proses berbahasa dan mengakibatkan perubahan bahasa.[3]

2. Variasi

Teori ini menjelaskan bahwa masyarakat lah yang menyebabkan perubahan bahasa melalui komunikasi atau pembicaraan sehari-hari.[3] Selanjutnya, interaksi sosial dalam komunitas masyarakat dapat memberikan perubahan bahasa dengan inovasi terbaru dalam elemen bahasa.[3] Agar terjadi perubahan bahasa, inovasi kata tersebut terlebih dahulu diadopsi dan digunakan oleh para anggota suatu komunitas.[3]

3. Teleologi

Teleologi artinya perubahan bahasa terjadi karena penuturnya memiliki tujuan-tujuan tertentu yang ingin dicapai.[3] Penutur menggunakan bahasa sesuai dengan target yang ia inginkan, sehingga ia merubah beberapa elemen bahasa.[3]

4. Ekonomisasi

Ekonomisasi adalah teori perubahan dalam bahasa terjadi karena tujuan mempermudah pengucapan dan mengurangi energi yang dikeluarkan dalam mengungkapkan kata-kata tersebut.[4]

Penyebab eksternal

Penyebab eksternal adalah penyebab perubahan bahasa dari kontak antara dua orang atau kelompok dengan dialek atau bahasa yang berbeda.[3] Terdapat dua teori mengenai perubahan secara eksternal yaitu perubahan karena kelompok minoritas dan penyederhanaan bahasa.[3] Pertama, perubahan terbentuk dari kelompok minoritas atau substrata yang mempengaruhi elemen bahasa kelompok mayoritas.[3] Kedua, perubahan terjadi karena penyederhanaan bahasa antara dua orang dari dialek dan bahasa yang berbeda. Hal itu terjadi karena kesulitan yang dialami ketika menyesuaikan diri dengan bahasa asing lain.[3]

Pengemgangan media Modul, Buku Teks, dan Lks

Pengemgangan media Modul, Buku Teks, dan Lks

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 MODUL

A.    Pengertian Modul

Istilah modul dipinjam dari dunia teknologi, yaitu alat ukur yang lengkap dan merupakan satu kesatuan program yang dapat mengukur tujuan. Modul menurut Cece Wijaya (1992:86), dapat dipandang sebagai paket program yang disusun dalam bentuk satuan tertentu guna keperluan belajar. Departemen Pendidikan Nasional dalam bukunya “Teknik Belajar dengan Modul, (2002:5), mendefinisikan modul sebagai suatu kesatuan bahan belajar yang disajikan dalam bentuk “self- instruction”, artinya bahan belajar yang disusun di dalam modul dapat dipelajari siswa secara mandiri dengan bantuan yang terbatas dari guru atau orang lain.

Walaupun ada bermacam-macam batasan modul, namun ada kesamaan pendapat bahwa modul itu merupakan suatu paket kurikulum yang disediakan untuk belajar sendiri, karena modul adalah suatu unit yang berdiri sendiri dan terdiri atas suatu rangkaian kegiatan belajar yang disusun untuk membantu siswa mencapai sejumlah tujuan yang dirumuskan secara khusus dan jelas. Dengan demikian, pengajaran modul dapat disesuaikan dengan perbedaan individual siswa, yakni mengenai kegiatan belajar dan bahan pelajaran.

Batasan modul pada buku pedoman penyusunan modul (Cece Wijaya 1992:96), yang dimaksud dengan modul ialah satu unit program belajar mengajar terkecil yang secara terinci menggariskan:

a.       Tujuan-tujuan intruksional umum.

b.      Tujuan-tujuan intruksional khusus.

c.       Topik yang akan dijadikan pangkal proses belajar mengajar.

d.      Pokok-pokok materi yang akan dipelajari dan diajarkan.

e.       Kedudukan dan fungsi modul dalam kesatuan program yang lebih luas.

f.       Peranan guru dalam proses belajar mengajar.

g.      Alat dan sumber yang akan dipakai.

h.      Kegiatan belajar mengajar yang akan/harus dilakukan dan dihayati murid secara berurutan.

i.        Lembaran-lembaran kerja yang akan dilaksanakan selama berjalannya proses belajar ini.

Jadi, dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa modul merupakan bahan belajar terprogram yang disusun sedemikian rupa dan disajikan secara terpadu, sistematis, serta terperinci. Dengan mempelajari materi modul, siswa diarahkan pada pencarian suatu tujuan melalui langkah-langkah belajar tertentu, karena modul merupakan paket program untuk keperluan belajar. Dan satu paket program modul, terdiri dari komponen-komponen yang berisi tujuan belajar, bahan belajar, metode belajar, alat dan sumber belajar, dan sistem evaluasi.

B.     Fungsi Modul

System pengajaran modul dikembangkan di berbagai Negara dengan maksud untuk mengatasi system pembelajaran yang masih tradisional. Melalui system pembelajaran modul maka dapat dikatakan bahwa modul berfungsi untuk :

a.       Meningkatkan motivasi belajar anak secra maksimal

b.      Meningkatkan kreatifitas guru dalam mempersiapkan alat dan bahan yang di perlukan

c.       Mewujudkan prinsip maju berkelanjutan secra tidak terbatas

d.      Mewujudkan belajar yang lebih berkonsentrasi

C.     Tujuan Pembuatan Modul

Tujuan digunakannya modul di dalam proses belajar mengajar menurut B. Suryosubroto (1983:18) antara lain adalah :

a.       Tujuan pendidikan dapat dicapai secara efisien dan efektif.

b.      Murid dapat mengikuti program pendidikan  sesuai dengan kecepatan dan kemampuannya sendiri.

c.       Murid dapat sebanyak mungkin menghayati dan melakukan kegiatan belajar sendiri, baik di bawah bimbingan atau tanpa bimbingan guru.

d.      Murid dapat menilai dan mengetahui hasil belajarnya sendiri secara berkelanjutan.

e.       Murid benar-benar menjadi titik pusat kegiatan belajar mengajar.

f.       Kemajuan siswa dapat diikuti dengan frekuensi yang lebih tinggi melalui evaluasi yang dilakukan pada setiap modul berakhir.

g.      Modul disusun dengan berdasar kepada konsep “Mastery Learning” suatu konsep yang menekankan bawa murid harus secara optimal menguasai bahan pelajaran yang disajikan dalam modul itu. Prinsip ini, mengandung konsekwensi bahwa seorang murid tidak diperbolehkan mengikuti program berikutnya sebelum ia menguasai paling sedikit 75% dari bahan tersebut.

Jadi, jelaslah bahwa pengajaran modul itu merupakan pengajaran individual yang memberi kesempatan kepada masing-masing siswa untuk mencapai suatu tujuan yang diinginkan sesuai dengan kecepatan masing-masing individu

D.    Karakteristik Modul

Modul pembelajaran merupakan salah satu bahan belajar  yang dapat dimanfaatkan oleh siswa secara mandiri. Modul yang baik harus disusun secara sistematis, menarik, dan jelas. Modul dapat digunakan kapanpun dan dimanapun sesuai dengan kebutuhan siswa. Karakteristik pengembangan modul antara lain sebagai berikut :

a.       Self instructional, Siswa mampu membelajarkan diri sendiri, tidak tergantung pada pihak lain.

b.      Self contained, Seluruh materi pembelajaran dari satu unit kompetensi yang dipelajari terdapat didalam satu modul utuh.

c.       Stand alone, Modul yang dikembangkan tidak tergantung pada media lain atau tidak harus digunakan bersama-sama dengan media lain.

d.      Adaptif, Modul hendaknya memiliki daya adaptif yang tinggi terhadap perkembangan ilmu dan teknologi.

e.       User friendly, Modul hendaknya juga memenuhi kaidah akrab bersahabat/akrab dengan pemakainya.

f.       Konsistensi, Konsisten dalam penggunaan font, spasi, dan tata letak.

2.2  BUKU TEKS

A.    Pengertian Buku sebagai Bahan Ajar

Dalam mengkaji mengenai substansi buku teks pelajaran, hal pertama yang mesti kita ketahui adalah apa itu buku teks pelajaran.

            Dalam Kamus Oxford, buku diartikan sebagai number of sheet of paper, either printedor blank,fastened together in a cover,yaitu sejumlah lembaran kertas, baik cetakan maupun kosong, yang dijilid dan diberi kulit. Hal serupa juga dapat diemukan dalam kamus besar Bahasa Indonesia yang mendefinisikan buku sebagai lembar kertas yang berjilid, berisi tulisan atau kosong (Setiawan, 2010).

            Menurut pandangan lainnya, buku adalah bahan tertulis yang menyajikan ilmu pengetahuan atau buah pikiran dari pengarangnya. Oleh pengarangnya, isi buku didapat melalui berbagai cara, misalnya dari hasil penelitian, pengamatan, aktualisasi pengalaman, atau imajinasi seseorang yang disebut sebagai fiksi. Selain itu, ada pula yang mengartikan buku sebagai salah satu sumber bacaan yang berfungsi sebagai sumber bahan ajar dalam bentuk materi cetak (printed material) (Surahman. 2010:4)

            Sementara itu, buku sebagai bahan ajar didefinisikan sebagai buku yang berisi suatu ilmu pengetahuan hasil analisis terhadap kurikulum dalam bentuk tertulis. Buku teks pelajaran pada umumnya merupakan bahan ajar hasil seorang pengarang atau tim pengarang yang disusun berdasarkan kurikulum atau tafsiran kurikulum yag berlaku. Biasanya, buku teks pelajaran merupakan salah satu pendekatan tentang implementasi kurikulum, dan karena itu ada kemungkinan terdapat berbagai macam buku teks pelajaran tentang satu bidang studi tertentu.

Secara umum, buku dibedakan menjadi 4 jenis (Surahman, 2010:4), yakni :

a.       Buku sumber, yaitu buku yang biasa dijadikan rujukan, referensi, dansumber untuk kajian ilmu tertentu, biasanya berisi suatu kajian ilmu yang lengkap.

b.      Buku bacaan, adalah buku yang hanya berfungsi untuk bacaan saja, misalnya cerita, legenda, novel, dan lain sebagainya.

c.       Buku pegangan, yaitu buku yang bisa dijadikan pegangan guru atau pengajar dalam melaksanakan proses pengajaran.

d.      Buku bahan ajar, yaitu buku yang disusun, untuk proses pembelajaan, dan berisi bahan-bahan atau materi pelajaran yang akan diajarkan.

Kemudian secara khusus, buku teks pelajaran ( sebagai bahan ajar ) dibedakan menjadi dua macam, yaitu buku teks utama dan buku teks pelengkap (Mohammad 2010:16). Buku teks utama berisi bahan-bahan pelajaran suatu bidang studi yang digunakan sebagai buku pokok bagi peserta didik dan pendidik. Sedangkan buku teks pelengkap adalah buku yang sifatnya membantu atau merupakan tambahan bagi bagi buku teks utama serta digunakan oleh pendidik dan peserta didik.

Dari uraian diatas dapat kita pahami bahwa buku teks pelajaran adalah buku yang berisi ilmu pengetahuan, yang diturunkan dari kompetensi dasar yang tertuang dalam kurikulum, dimana buku tersebut digunakan oleh pesrta didik untuk belajar.[1]

B.     Pentingnya Buku Teks Pelajaran bagi Kegiatan Pembelajaran

Buku teks pelajaran hingga kini masuh dianggap sebagai bahan ajar yang paling utama. Ini terbukti hamper berbagai institusi pendidikan, dari jenjang yang paling dasar hingga yang paling tinggi, pada umumnya menggunakan buku teks pelajaran sebagai bahan ajar utamanya, hal ini membuktikan bahwa keberadaan buku teks pelajaran masih merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari proses pembelajaran yang berlangsung di berbagai institusi pendidikan kita saat ini.

1.      Fungsi buku teks pelajaran

a.       Sebagai bahan referensi atau bahan rujukan oleh peserta didik

b.      Sebagai bahan evaluasi

c.       Sebagai alat bantu pendidik dalam melaksanakan kurikulum

d.      Sebagai salah satu penentu metode atau teknik pengajaran yang akan digunakan pendidik, dan

e.       Sebagai sarana untuk meningkatkan karier dan jabatan

2.      Tujuan buku teks pelajaran

a.       Memudahkan pendidik dalam menyampaikan materi pembelajaran

b.      Memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mengulangi pelajaran atau mempelajari pelajaran baru, dan

c.       Menyediakan materi pembelajaran ang menarik bagi peserta didik

3.      Kegunaan buku teks pelajaran

a.       Membantu pendidik dalam melaksanakan kurikulum kerena disusun berdasarkan kurikulum yang berlaku

b.      Menjadi pegangan guru dalam mementukan metodde pengajaran

c.       Memberi kesempatan bagi peserta didik untuk mengulangi pelajaran atau mempelajari pelajaran baru

d.      Memberi pengetahuan bagi peserta didik maupun pendidik

e.       Menjadi penambah nilai angka kredit untuk mempermudah kenaikan pangkat dan golongan, serta

f.       Menjadi sumber penghasil[2]

C.     Karakteristik Buku Teks Pelajaran

Sebagaimana bentuk bahan ajar lainnya, buku teks pelajaran memiliki karakteristik tertentu. Beberapa karakteritik tersebut diantaranya sebagai berikut :

1.      Secara formal, buku teks pelajaran diterbitkan oleh penerbit tertentu dan memiliki ISBN

2.      Penyusunan buku teks pelajaran memiliki dua misi utama, yaitu :

a.       Opimalisasi pengembangan pengetahuan deklaratif dan prosedural, serta

b.      Pengetahuan tersebut harus menjadi target utama dari buku pelajaran yang digunakan disekolah

3.      Buku teks pelajaran dikembangkan oleh penulis dan penerbit buku dengan senantiasa mengaju pada apa yang sedang diprogramkan oleh Departeman Pendidikan Nasional. Ketentuan tersebut diantaranya bahwa buku pelajaran harus :

a.       Mengikuti kurikulum pendidikan nasional yang sedang berlaku

b.      Berorientasi pada keterampilan proses dengan menggunakan pendekatan kontekstual, teknologi dan masyarakat, serta demonstrasi dan eksperimen, serta

c.       Memberi gambaran secara jelas tentang keterpaduan atau keterkaitannya dengan disiplin ilmu lainnya

4.      Buku teks pelajaran memiliki tujuh keuntungan sebagai berikut ( Nasution, 1987 )

a.       Buku teks pelajaran membantu pendidik melaksanakan kurikulum.

b.      Buku teks pelajaran juga merupakan pegangan dalam menentukan metode pengajaran.

c.       Buku teks pelajaran memberi kesempatan bagi peserta didik untuk mengulang pelajaran atau mempelajri pelajaran baru.

d.      Buku pelajaran dapat digunakan untuk tahun-tahun berikutnya, dan jika direvisi, maka dapat bertahan dalam waktu yang lama

e.       Buku pelajaran yang uniform memberi kesamaan mengenai bahan dan standard pengajaran

f.       Buku teks pelajaran memberikan kontinuitas pelajaran dikelas yang berurutan, sekalipun pendidik berganti

g.      Buku teks pelajaran memberi pengetahuan dan metode mengajar yang lebih mantap jika guru menggunakannya dari tahun ke tahun[3]

D.    Unsur-unsur Buku sebagai Bahan Ajar

Sebagai bahan ajar tertulis dalam bentuk lembaran-lenbaran kertas yamg dijilid dan diberi kulit (cover) yang menyajikan ilmu pengetahuan yang disusun secara sistematis oleh pengarangnya, dapat dilihat bahwa buku teks pelajaran tersusun atas beberapa komponen tertentu, susuna komponen-komponen ini juga disebut sebagai struktur buku teks.

Bahan ajar berbentuk buku teks pelajaran terdiri atas lima komponen, yaitu judul, kompetensi dasar atau materi pokok, informasi pendukung, latihan, serta penilaian. Jadi dalam membuat sebuah buku teks pelajaran, maka kelima komponen utama itu harus ada.  Selain itu, isi kandungannya juga harus mengacu pada kompetensi dasar yang telah ditetapkan berdasarkan kurikulum yang berlaku.[4]

2.3 LKS

Pengertian LKS

Pedoman Umum Pengembangan Bahan Ajar (Diknas, 2004), lembar kegiatan siswa (student work sheet) adalah lembaran-lembaran berisi tugas yang harus dikerjakan oleh peserta didik, yang biasanya berupa petunjuk atau langkah-langkah untuk menyelesaikan suatu tugas. Dan tugas tersebut haruslah jelas kompetensi dasar yang akan dicapai.

Sementara, menurut pandangan lain, LKS bukan merupakan singkatan dari Lembar Kegiatan Siswa, akan tetapi Lembar Kerja Siswa, yaitu materi ajar yang sudah dikemas sedemikian rupa, sehingga peserta didik diharapkan dapat mempelajari materi ajar tersebut secara mandiri. Jadi, LKS merupakan suatu bahan ajar cetak berupa lembar-lembar kertas yang berisi materi, ringkasan, dan petunjuk-petunjuk pelaksanaan tugas pembelajaran yang harus dikerjakan oleh peserta didik, yang mengacu pada kompetensi dasar yang harus dicapai.

Fungsi LKS

a.       Sebagai bahan ajar yang bisa meminimalkan peran pendidik, namun lebih mengaktifkan peserta didik;

b.      Sebagai bahan ajar yang mempermudah peserta didik untuk memahami materi yang diberikan;

c.       Sebagai bahan ajar yang ringkas dan kaya tugas untuk berlatih; serta

d.      Memudahkan pelaksanaan pengajaran kepada peserta didik

Tujuan Penyusunan LKS

a.       Menyajikan bahan ajar yang memudahkan peserta didik untuk berinteraksi dengan materi yang diberikan;

b.      Menyajikan tugas-tugas yang meningkatkan penguasaan peserta didik terhadap materi yang diberikan;

c.       Melatih kemandirian belajar peserta didik; dan

d.      Memudahkan pendidik dalam memberikan tugas kepada peserta didik.

Kegunaan LKS bagi Kegiatan Pembelajaran

Bagi seorang pendidik,  melalui LKS dapat memancing peserta didik agar secara aktif terlibat dengan materi yang dibahas. Salah satu metode yang bisa diterapkan untuk mendapatkan hasil yang optimal dari pemanfaatan LKS adalah “SQ3R” atau Survey, Question, Read, Recite, and Review (menyurvey, membuat pertanyaan, membaca, meringkas, dan mengulang).

Pertama, tahap survey. Pada kegiatan ini, peserta didik diminta untuk membaca secara sepintas keseluruhan materi, termasuk membaca ringkasan materi jika ringkasan diberikan, Kedua,tahap question. Pada keegiatan ini, peserta didik diminta untuk menulisakn beberapa pertanyaan yang harus mereka jawab sendiri pada saat membaca materi yang diberikan.

Ketiga, tahap read. Pada kegiatan ini, peserta didik dirangsang untuk memperhatikan pengorganisasian materi dan membubuhkan tanda tangan khusus pada materi yang diberikan. Contohnya, peserta didik diminta untuk membubuhkan tanda kurung pada ide utama, menggarisbawahi rincian yag menunjang ide utama, dan menjawab pertanyaan yang sudah kita siapkan pada tahapquestion.

Keempat, tahap recite. Pada kegiatan ini peserta/;/ didik diminta untuk menguji diri mereka sendiri pada saat membaca, kemudian diminta untuk meingkas materi menggunakan kalimat mereka sendiri. Kelima , tahap review. Pada kegiatan ini, peserta didik diminta sesegera mungkin untuk melihat kembali materi yang sudah selesai dipelajari sesaat setelah selesai mempelajari materi tersebut.

Unsur-unsur LKS sebagai bahan ajar.

Bahan  ajar LKS terdiri dati enam unsur utama, meliputi judul, petunjuk belajar, kompetensi dasar atau materi pokok, informasi pendukung, tugas atau langkah kerja, dan penilaian. Sedangkan jika dilihat dari formatnya, LKS memuat paling tidak delapan unssur yaitu judul, kompetensi dasar yang akan dicapai, waktu penyelesaian, peralatan/bahan yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas, informasi singkat, langkah kerja, tugas yang harus dilakukan, dan laporan yang harus dikerjakan.

Macam-macam bentuk LKSLKS yang Membantu Peserta Didik Menemukan Suatu KonsepLKS yang Membantu Peserta Didik Menerapkan dan Mengintegrasikan Berbagai Konsep yang telah Ditemukan.LKS yang Berfungsi sebagai Penuntun BelajarLKS yang Berfungsi sebagai PenguatanLKS yang Berfungsis sebagai  Petunjuk Praktikum

BAB III

KESIMPULAN

Daftar Pustaka

_______Cece Wijaya (1992), Upaya Pembaharuan dalam Pendidikan dan Pengajaran, Bandung: Remaja Rosda Karya,

_______B. Suryosubroto. (1983)  Sistem Pengajaran dengan Modul, Jakarta: Bina Aksara

_______Anwar, Ilham. 2010. Pengembangan Bahan Ajar. Bahan Kuliah Online. Direktori UPI. Bandung.



LKS

Lembar Kerja Siswa atau Lembar Kegiatan Siswa yang mudahnya disingkat dan disebut dengan LKS merupakan salah satu bahan ajar yang dapat digunakan dan diterapkan dalam pembelajaran. Banyak sekali guru yang memilih untuk menggunakan LKS dalam pembelajaran yang akan dilakukan. LKS banyak dipilih karena cukup mampu untuk menyajikan materi pelajaran yang hendak disampaikan dan disertai pula dengan latihan dan evaluasi yang cukup banyak.

Dalam Lembar Kegiatan Siswa (LKS) yang dapat diterapkan dalam pembelajaran dengan metode SQ3R memuat apa-apa saja atau instruksi yang harus dilakukan oleh siswa. Dilengkapi juga dengan isi materi dan evaluasi pembelajaran, ini membuat LKS bisa dijadikan bahan ajar, sumber belajar, hingga untuk evaluasi pembelajaran. Dilihat dari apa yang terkandung dalam LKS maka dapat dibilang bahwa LKS sudah cukup lengkap dan dapat dipilih untuk digunakan dalam pembelajaran.

Guru yang memilih untuk menggunakan LKS dalam pembelajaran apalagi yang menyusun sendiri perlu memperhatikan banyak hal. Pemilihan LKS ini harus sesuai dengan fungsi dan tujuan penyusunan dan pembuatan Lembar Kerja Siswa (LKS). Prastowo (2013: 205) menyebutkan bahwafungsi penyusunan dan penggunaan Lembar Kegiatan Siswa (LKs) dalam pembelajaran secara umum adalah sebagai berikut:
Sebagai bahan ajar yang bisa meminimalkan peran pendidik, namun lebih mengaktifkan peserta didikSebagai bahan ajar yang mempermudah peserta didik untuk memahami materi yang diberikanSebagai bahan ajar yang ringkas dan kaya tugas untuk berlatihMemudahkan pelaksanaan pengajaran kepada peserta didik

Prastowo (2013: 206) juga menyebutkan mengenai tujuan LKS. Tujuan penyusunan dan penggunaan Lembar Kerja Siswa (LKS) untuk pembelajaran secara adalah sebagai berikut:

Menyajikan bahan ajar yang memudahkan peserta didik untuk berinteraksi dengan materi yang diberikanMenyajikan tugas-tugas yang meningkatkan penguasaan peserta didik terhadap materi yang diberikanMelatih kemandirian belajar peserta didikMemudahkan pendidik dalam memberikan tugas kepada peserta didik

Penggunaan LKS dalam pembelajaran biasanya tidak berdiri sendiri atau tidak menjadi bahan ajar utama dan satu-satunya untuk pembelajaran sebuah materi. Guru biasanya mengkombinasikan dengan penggunaan buku paket atau buku teks pelajaran agar semakin sempurna. Tak jarang pula ditambahkan dengan penggunaan media pembelajaran yang interaktif sehingga siswa dapat mempelajari pelajaran dengan menggunakan LKS dengan lebih mudah dan cepat memahami apa yang dipelajari.

Seperti yang disebutkan sebelumnya bahwa LKS memiliki fungsi dan tujuan yang khusus jika digunakan dalam pembelajaran. Fungsi dan tujuan LKS ini sangat perlu untuk diperhatikan agar Lembar Kerja Siswa tidak sembarangan digunakan, dapat diterapkan dalam pembelajaran seperti fungsi dan tujuan LKS ketika disusun. Fungsi dan tujuan lembar kerja siswa ini sangat membantu guru dan siswa agar dapat menggunakan LKS secara tepat dan mudah dalam pelaksanaan penerapan LKS dalam pembelajaran.

Buku panduan

PENGERTIAN BUKU PEDOMAN SEBAGAI MEDIA KOMUNIKASI

Berikut merupakan penjelasan pengertian buku pedoman sebagai media komunikasi. Buku pedoman sering disebut sebagai hand book, buku panduan, buku penuntun, dan buku pegangan. Effendy mengatakan bahwa buku pedoman adalah, “Buku yang berisi informasi, petunjuk, dan lain-lain yang menjadi petunjuk tuntunan bagi pembaca untuk mengetahui sesuatu secara lengkap”.

Sebenarnya dari pendapat yang dikemukakan oleh Effendy di atas, untuk memperoleh berbagai informasi yang dibutuhkan dalam buku pedoman sebagai penuntun selama beraktifitas dalam ruang lingkup tertentu, maka pembaca bukan sekadar mengetahui, mengerti, dan memahami, namun dilanjutkan pada tahap perbuatan.

Menurut Blake dan Haroldsen bahwa “Media komunikasi seperti sedianya buku penuntun lebih tepat disebut sebagai medio communication”.

Istilah media komunikasi dalam Bahasa Latin yaitu medio communication (komunikasi medio). Menurut Blake dan Haroldsen bahwa “Medio dapat diartikan sebagai “tengah”. Maksudnya bahwa dalam konteks komunikasi, kata “tengah” dapat diartikan sebagai antara komunikasi persona dan komunikasi massa”. Effendy menambahkan “Komunikasi medio menggunakan media yang tidak memiliki ciri-ciri yang terdapat pada media massa terutama pada ciri keserempakannya”.

Berdasarkan sasaran yang dituju media nirmassa/nonmassa dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok, yaitu terdiri dari media yang ditujukan pada satu orang dan banyak orang. Penjelasannya dapat dilihat di bawah ini sebagai berikut :

1.     Media Individual

Yang dimaksud dengan media individual adalah media nirmassa/nonmassa yang dipergunakan untuk komunikasipoint-to-point atau “dari-titik-ke-titik”. Maksudnya adalah, bahwa komunikasi terjadi di antara seseorang dengan seseorang lainnya. Adapun yang termasuk pada media individual seperti surat, telepon, telegram, telex, dan lain-lain. Jadi media individual ini merupakan proses pengiriman dan penerimaan pesan yang ditujukan hanya pada satu orang.

2.     Media Umum

Yang dimaksud dengan media umum di sini adalah sebagai sarana komunikasi yang dipergunakan untuk menyampaikan pesan kepada publik, baik publik intern maupun publik ekstern, dalam jumlah yang relatif banyak. Contoh dari media umum seperti buku pedoman, papan pengumuman, poster, spanduk, pamflet, baligho, pameran,open house, dan lain-lain. 
Buku panduan adalah buku yang menyajikan informasi dan memandu atau memberikan tuntunan kepada pembaca untuk melakukan apa yang disampaikan di dalam buku tersebut. Sebuah buku panduan dikatakan berhasil apabila panduan yang disampaikan di dalam buku tersebut dapat dipahami dan diterapkan dengan baik oleh pembacanya.

Textbook

Buku teks merupakan salah satu sumber belajar dan bahan ajar yang banyak digunakan dalam pembelajaran. Buku teks memang merupakan bahan ajar sekaligus sumber belajar bagi siswa yang konvensional. Namun meskipun konvensional dan sudah dipergunakan cukup lama dan banyak yang menganggap tradisional, buku teks pelajaran masih cukup mampu memberikan kontribusi yang baik pada pembelajaran. Beberapa materi pembelajaran tidak dapat diajarkan tanpa bantuan buku teks pelajaran.

Sumber dan pembuat buku teks pelajaran dapat berasal dari berbagai macam. Esensi buku teks pelajaran adalah memberikan informasi dan materi kepada peserta didik melalui bahan yang berbentuk cetakan. Buku pelajaran memuat materi pelajaran ditambah dengan informasi yang relevan secara menyeluruh dan lengkap sehingga penggunaan buku teks pelajaran dapat digunakan berdampingan maupun tanpa sumber belajar atau media pembelajaranlainnya.

Pada umumnya buku pelajaran dikeluarkan atau diterbitkan oleh penerbit-penerbit yang banyak menawarkan ke tiap-tiap institusi pendidikan. Ini menjadikan satu institusi atau sekolah satu dengan yang lainnya dapat menggunakan buku teks yang berbeda pada materi pelajaran dan tingkatan kelas yang sama. Pemerintah juga menyelenggarakan program BSE (Buku Sekolah Elektronik)dimana BSE merupakan buku teks pelajaran yang disediakan secara gratis dan dapat diunduh (download) serta disebar luaskan tanpa pelanggaran hak cipta. Penerbit yang ingin mengambil keuntungan dari buku BSE ini juga tidak diperbolehkan menetapkan harga melebihi harga maksimal yang ditentukan.

Buku teks pelajaran merupakan bahan ajar dan sumber belajar yang mudah ditemukan dan digunakan. Setiap toko buku memiliki dan menjual buku pelajaran dengan harga yang terjangkau. Dalam penggunaan juga sangat mudah, peserta didik cukup membaca dan memahami materi yang dituangkan dalam buku tersebut, tidak perlu keterampilan khusus lain yang diperlukan untuk menggunakan buku teks pelajaran. Ini juga yang merupakan bahan cetak ini banyak digunakan.
Buku teks pelajaran memiliki banyak fungsi, tujuan dan kegunaan atau manfaat dalam mendukung proses pembelajaran. Nasution dalam Prastowo (2012: 169) menyebutkan terdapat beberapa fungsi, tujuan dan manfaat atau kegunaan buku teks pelajaran, yaitu:

Fungsi Buku Teks Pelajaran

Sebagai bahan referensi atau bahan rujukan oleh peserta didikSebagai bahan evaluasiSebagai alat bantu pendidik dalam melaksanakan kurikulumSebagai salah satu penentu metode atau teknik pengajaran yang akan digunakan pendidikSebagai sarana untuk peningkatan karir dan jabatan

Tujuan Buku Teks Pelajaran

Memudahkan pendidik dalam menyampaikan materi pembelajaranMemberi kesempatan kepada peserta didik untuk mengulangi pelajaran atau mempelajari pelajaran baruMenyediakan materi pembelajaran yang menarik bagi peserta didik

Manfaat atau Kegunaan Buku Teks Pelajaran

Membantu peserta didik dalam melaksanakan kurikulum karena disusun berdasarkan kurikulum yang berlakuMenjadi pegangan guru dalam menentukan metode pengajaranMemberi kesempatan bagi peserta didik untuk mengulangi pelajaran atau mempelajari materi yang baruMemberikan pengetahuan bagi peserta didik maupun pendidikMenjadi penambah nilai angka kredit untuk mempermudah kenaikan pangkat dan golonganMenjadi sumber penghasilan jika diterbitkan

Pembuatan buku teks pelajaran yang sesuai fungsi, tujuan dan manfaat tentu sudah cukup menjadikan buku pelajaran sebagai bahan ajar yang tepat. Guru maupun peserta didik juga tidak harus dipusingkan lagi dengan pemilihan sumber belajar yang akan digunakan. Tentu saja pemilihan buku teks sebagai sumber belajar harus memperhatikan hal-hal khusus serta komponen-komponen penyusun sumber belajar.

Textbook

A.      Buku Ajar   

1.      Pengertian Buku Ajar

Buku adalah jendela dunia.[1] Melalui buku, seseorang dipersilahkan masuk menatap dan menjelajah dunia yang sangat luas. Buku[2] ajar dipahami sebagai alat pengajaran yang paling banyak digunakan di antara semua alat pengajaran lainnya.[3] Buku ajar memberikan ajaran dalam suatu bidang studi.[4]

Kedua pengertian itu berbeda. Pengertian pertama menekankan fungsinya sebagai alat pengajaran. Kedua memfokuskan kepada isinya.[5] Buku ajar adalah buku yang digunakan dalam proses kegiatan belajar. Buku ajar dikenal pula dengan sebutan buku teks, buku materi, buku paket, atau buku panduan belajar.[6] Menilik isi dan luasnya buku teks sama saja dengan buku ajar.[7] Jadi buku ajar yang dimaksudkan identik dengan buku teks, buku paket, buku materi atau buku panduan belajar.

Buku ajar yang diterbitkan oleh pemerintah dalam hal ini Kementerian Pendidikan Nasional dan Kementerian Agama (dulu Dinas Pendidikan Nasional dan Departemen Agama) disebarluarkan ke semua sekolah di tanah air sebagai buku pegangan wajib serta tidak diperdagangkan. Jadi, dalam menerangkan apa yang dimaksud dengan buku ajar, penulis mendasarkan diri pada teori-teori yang berhubungan dengan buku teks.

Banyak ahli yang mengemukakan batasan tentang buku ajar (paket, teks) ini. Di antaranya Hall-Quest dalam buku Tarigan[8] mengatakan “buku ajar adalah rekaman pemikiran rasial yang disusun buat maksud-maksud dan tujuan-tujuan instruksional”. Ahli lain seperti Lange menyatakan “buku teks (ajar) adalah buku standar atau buku setiap cabang khusus studi dan terdiri dari dua tipe yaitu buku pokok atau utama dan suplemen atau tambahan”.[9] Lebih terperinci lagi Bacon mengemukakan bahwa “buku teks (ajar) buku yang dirancang buat penggunaan di kelas, dengan cermat disusun dan disiapkan oleh para pakar atau ahli dalam bidang itu dan dilengkapi dengan sarana-sarana pengajaran yang sesuai dan serasi”.[10]

Buckingham mengutarakan bahwa “buku teks (ajar) adalah sarana belajar yang bisa digunakan di sekolah-sekolah dan di perguruan tinggi untuk menunjang suatu program  pengajaran dan pengertian modern dan yang umum dipahami”.[11] Hal senada juga terdapat dalam Wikipedia, “A textbook or coursebook is a manual of instruction in any branch of study. A textbook can also be any standard book on a subject, which is not necessarily used in a particular course. Textbooks are produced according to the demands of educational institutions”.[12]

Dari berbagai pendapat para ahli di atas, Tarigan menyimpulkan beberapa hal mengenai buku ajar tersebut sebagai berikut .

Buku ajar merupakan buku pelajaran yang ditujukan bagi siswa pada jenjang pendidikan tertentu (SD, SLTP, SMA/SMK, dan sebagainya).Buku ajar selalu berkaitan  dengan bidang studi tertentu (Bahasa Indonesia, Matematika, Fisika, Sejarah, dan sebagainya).Buku ajar selalu merupakan buku yang standar. Pengertian standar di sini ialah baku, menjadi acuan berkualitas dan biasanya ada tanda pengesahan dari badan wewenang di bawah Dinas Pendidikan Nasional.Buku ajar ditulis oleh pakar di bidangnya masing-masing.Buku ajar ditulis untuk tujuan intruksional tertentu.Buku ajar dilengkapi dengan sarana pengajaran.[13]

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat dikatakan buku ajar merupakan buku yang diterbitkan dan disebarluaskan oleh pemerintah (Kemendiknas dan Kemenag)) sebagai buku pelajaran dalam bidang studi tertentu, yang merupakan buku standar dan disusun oleh para pakar dalam bidang itu untuk maksud-maksud dan tujuan intruksional dilengkapi dengan sarana pengajaran yang serasi dan mudah dipahami oleh para pemakainya di sekolah-sekolah sehingga menunjang suatu program pengajaran.

Dalam perkembangannya buku ajar tidak lagi diterbitkan oleh pemerintah, melainkan oleh pihak swasta. Dalam kaitan ini, pemerintah hanya diberi wewenang untuk pengadaan buku ajar, bukan untuk penggandaannya. Selanjutnnya pemerintah menetapkan standar tertentu yang harus dipenuhi oleh setiap penerbitan buku yang akan digunakan oleh satuan pendidikan. Dalam hal ini standar tersebut ditetapkan dan dikeluarkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP).[14]

Selain itu, dalam Permendiknas Nomor 2 Tahun 2008  Pasal 1 menjelaskan bahwa ”Buku teks adalah buku acuan wajib untuk digunakan di satuan pendidikan dasar dan menengah atau perguruan tinggi yang memuat materi pembelajaran dalam rangka peningkatan keimanan, ketakwaan, akhlak mulia, dan kepribadian, penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, peningkatan kepekaan dan kemampuan estetis, peningkatan kemampuan kinestetis dan kesehatan yang disusun berdasarkan standar nasional pendidikan”.[15]

Seperti terlihat dari namanya, buku ajar adalah jenis buku yang digunakan dalam aktivitas belajar dan mengajar. Prinsipnya semua buku dapat digunakan untuk bahan kajian pembelajaran. Namun, yang ingin disampaikan adalah pengertian buku ajar terkait dengan cara menyusun, penggunaannya dalam pembelajaran, dan penyebarannya, sehingga buku tersebut termasuk kategori buku ajar.

Buku ajar disusun dengan alur dan logika sesuai dengan rencana pembelajaran. Buku ajar disusun sesuai kebutuhan belajar siswa atau mahasiswa. Buku ajar disusun untuk mencapai tujuan pembelajaran atau kompetensi tertentu.[16]

Penulisan buku ajar harus mengacu kepada kurikulum dan harus tercermin adanya bahan yang tingkat kedalaman dan keluasannya berbeda antara kelas X dengan kelas XI. Bahan di kelas XI relatif lebih luas, lebih dalam dari bahan yang diberikan di kelas X, bukan sebaliknya.[17] Buku ajar disusun sesuai dengan kebutuhan pelajar. Pertama kebutuhan akan pengetahuan, misalnya tentang ilmu alam, kepada siswa SD kebutuhannya hanya sampai tingkatan mengetahui. Tetapi pada tingkat SMA/SMK sudah harus mampu memahami, bahkan mungkin sampai aplikasi. Di tingkat ini dibutuhkan latihan dan pendampingan. Ketiga adalah kebutuhan umpan balik terhadap apa yang disampaikan kepada siswa.

Buku ajar adalah buku pegangan untuk suatu mata pelajaran yang ditulis dan disusun oleh pakar bidang terkait dan memenuhi kaidah buku teks serta diterbitkan secara resmi dan disebarluaskan.[18]

Untuk menyempurnakan pengertian tentang buku ajar yang dimaksudkan dengan Kepmen No: 36/D/O/2001, Pasal 5, ayat 9 (a); “Buku ajar adalah buku pegangan untuk suatu mata kuliah yang ditulis dan disusun oleh pakar bidang terkait dan memenuhi kaidah buku teks serta diterbitkan secara resmi dan disebarluaskan”. Kata kuncinya adalah buku ajar disusun sesuai dengan mata pelajaran/mata kuliah tertentu, diterbitkan secara resmi dan disebarluaskan, artinya buku tersebut haruslah ber- ISBN.

2.      Fungsi Buku Ajar

Greene dan Petty, merumuskan beberapa peranan dan kegunaan buku ajar sebagai berikut :

Mencerminkan suatu sudut pandang yang tangguh dan modern mengenai pengajaran serta mendemontrasikan aplikasi dalam bahan pengajaran yang disajikan.Menyajikan suatu sumber pokok masalah atausubject matter yang kaya, mudah dibaca dan bervariasi, yang sesuai dengan minat dan kebutuhan para siswa, sebagai dasar bagi program-program kegiatan yang disarankan di mana keterampilan-keterampilan ekspresional diperoleh pada kondisi yang menyerupai kehidupan yang sebenarnya.Menyediakan suatu sumber yang tersusun rapi dan bertahap mengenai keterampilan-keterampilan ekspresional.Menyajikan (bersama-sama dengan buku manual yang mendampinginya) metode-metode dan sarana-sarana pengajaran untuk memotivasi siswa.Menyajikan fiksasi awal yang perlu sekaligus juga sebagai penunjang bagi latihan dan tugas praktis.Menyajikan bahan atau sarana evaluasi dan remedial yang serasi dan tepat guna.[19]

Buku ajar haruslah mempunyai sudut pandang yang jelas, terutama mengenai prinsip-prinsip yang digunakan, pendekatan yang dianut, metode yang digunakan serta teknik-teknik pengajaran yang digunakan. Buku ajar sebagai pengisi bahan haruslah menyajikan sumber bahan yang baik. Susunannya teratur, sistematis, bervariasi, dan kaya akan informasi. Di samping itu harus mempunyai daya tarik kuat karena akan mempengaruhi minat siswa terhadap buku tersebut. Oleh karena itu, buku ajar itu hendaknya menantang, merangsang, dan menunjang aktivitas dan kreativitas siswa.

Tidak kalah pentingnya, buku ajar harus berfungsi sebagai penarik minat dan motivasi[20] peserta didik dan pembacanya.[21] Motivasi pembaca bisa timbul karena bahasa yang sederhana, mengalir dan mudah dipahami. Motivasi bisa timbul karena banyak gagasan dan ide-ide baru. Motivasi bisa timbul, karena buku ajar tersebut mengandung berbagai informasi yang relevan dengan kebutuhan belajar peserta didik dan pembaca. Namun dalam penelitian ini tidak akan dibahas lebih jauh tentang ini tetapi difokuskan kepada kelayakan buku ajarnya saja.

3.      Kualitas Buku Ajar yang Baik

Buku ajar sesungguhnya merupakan media yang sangat penting dan strategis dalam pendidikan. Ia adalah penafsir pertama dan utama dari visi dan misi sebuah pendidikan. Apalagi, menurut Chekley yang dikutip oleh Tim Penilai Buku Ajar Direktorat PAIS buku sebenarnya juga bisa jadi untuk melakukan “jalan pintas” (by pass) dalam peningkatan mutu pendidikan apabila dapat mengeksplorasi lebih dalam topik-topik yang dibahas dalam buku tersebut. Untuk itu diperlukan suatu sinergi bagaimana guru dapat menghasilkan buku yang bukan hanya mencerdaskan, namun juga mencerahkan dan menggugah nalar dan spiritual untuk menjadi lebih kreatif dan inovatif. Kita sering menyamakan antara cerdas dengan intelligent, padahal buku yang perlukan bukan hanya melulu untuk membuat orang cerdas. Yang diperlukan saat ini dan ke depan adalah buku yang bukan hanya intelligent textbook, melainkan harusmindful textbook.[22]

Buku yang mindful adalah buku yang memberi banyak perspektif bagi anak untuk berpikir yang disesuaikan dengan perkembangan anak. Selain itu buku tersebut juga dapat mengaitkan persepsi lingkungan yang dihadapi anak dan mendorong anak mampu mempersepsi solusi yang mungkin penting untuk anak. Untuk agama, hal ini menjadi penting karena situasi ini menjadi a novel situation, situasi yang senantiasa baru. Ini membuat para guru maupun siswa akan senantiasa merasa tercerahkan dengan situasi dan tantangan-tantangan baru yang menggoda nalar untuk selalu memperbaharui cara pandang kita terhadap situasi yang dirasakan atau diamati di lingkungan kita. Dan ini tentunya tidak mudah, sekalipun bukan mustahil. 

Buku ibarat lautan yang seolah tak bertepi. Saat seseorang membaca sebuah buku yang cocok dengan seleranya, ia akan tenggelam ke dalam lautan gagasan, pikiran, dan pengalaman penulisnya.[23] Dalam pengamatan Bahrul Hayat yang dikutip oleh tim penilai buku ajar dalam Pedoman Penilaian Buku Ajar, mengatakan bahwa textbook yang baik adalah textbookyang mindful, yang menggoda otak kita untuk berfikir dengan nalar yang  dinamis.[24] Menurutnya, Ciri-ciri buku yang baik adalah sebagai berikut :

Pertama, textbook harus meaningful. Ketika seorang anak membaca sebuah buku pelajaran, maka anak dipastikan akan dapat menangkap pesan dan makna yang terkandung. Jangan sampai membaca lima halaman buku, namun tidak mendapat sense apa-apa. Sebuah buku yang baik harus mampu menjadikan anak bisa tahu makna dan hasil yang diharapkan.

Kedua, buku yang baik harus mengandung aspekmotivational to learn dan motivational to unlearn. Ketika membaca sebuah buku pelajaran, anak akan termotivasi untuk belajar tanpa harus dipaksakan oleh guru. Karena buku adalah medium belajar, maka dia juga harus memuat motivational to unlearn. Ketika sesuatu dipersepsi secara salah, maka buku pelajaran juga harus bicara salah. Buku harus berperan untuk mencopot hal-hal yang salah. Banyak pendapat umum yang beredar selama ini yang salah, dan buku harus mengatakan ini salah. Dengan begitu anak tidak lagi bertanya mana yang benar dan mana yang salah.

Ketiga, buku yang baik harus keep attentive. Buku yang baik adalah buku yang mendorong anak untuk memiliki atensi, perhatian, terhadap apa yang dia pelajari. Ini memang sulit. Tetapi ketika membaca Kho Ping Hoo atau Harry Potter misalnya, orang akan sulit untuk berhenti. Ada apa ? Ada magnet attentive dimana penulis berhasil menanamkan kepada pembaca agar pembaca terus mengikuti apa yang akan disampaikan penulis.

Keempat, buku pelajaran harus bisa self study. Karena peran guru di kelas juga terbatas, maka buku harus bisa membantu atau mengisi kelemahan ini. Kalau buku-buku dikembangkan secara luas dengan self study, maka para siswa akan terbiasa untuk mengembangkan pola belajar yang mandiri.

Kelima, buku yang baik juga harus punya makna untuk menemukan nilai dan etika yang relevan dengan kehidupan kekinian dan moral yang berlaku. Tanpa hal ini, maka anak-anak akan menemukan hal-hal yang kontradiktif dalam dirinya. Kita harus saling melihat seluruh komponen pendidikan itu menyatu dan mengarah pada pembentukan karakter dan akhlak mulia ini. 

Dengan kondisi tersebut maka diperlukan suatu buku yang memadai pada dunia sekolah kita sehingga setiap sekolah dapat menyiapkan dunia akademiknya dengan mandiri sesuai dengan kebutuhan dan tantangannya. Sebagai salah satu indikator adalah, apabila guru-guru sekolah tersebut dapat menyiapkan bahan pembelajarannya sendiri. Namun demikian, keterlibatan kalangan penerbit dalam menyiapkan buku-buku juga patut didukung, sehingga guru-guru mempunyai bahan yang memadai untuk mereka dalam menyiapkan bahan pembelajaran.

Di antara ahli lain yang menetapkan buku ajar yang baik adalah Greene dan Petty yang dikutip oleh Tarigan. Kedua ahli ini menetapkan 10 (sepuluh) kriteria buku ajar  yang baik. Kriteria itu sebagai berikut :

Buku ajar itu haruslah menarik minat anak-anak, yaitu para siswa yang    memakainya.Buku ajar itu haruslah memberi motivasi kepada para siswa yang memakainya.Buku ajar itu haruslah memuat ilustrasi yang menarik hati para siswa yang memanfaatkannya.Buku ajar seyogyanya mempertimbangkan aspek-aspek linguistik sehingga sesuai dengan kemampuan para siswa yang memakainya.Isi buku ajar haruslah berhubungan erat dengan pelajaran-pelajaran lainnya, lebih baik lagi kalau dapat didukung dengan perencanaan, sehinga semuanya merupakan kebulatan yang utuh dan terpadu.Buku ajar haruslah dapat menstimulasi, merangsang aktivitas-aktivitas pribadi para siswa yang mempergunakannya.Buku ajar harus dengan sadar dan tegas menghindari konsep-konsep yang samar-samar dan tidak biasa agar tidak sempat membingungkan para siswa yang menggunakannya.Buku ajar harus mempunyai sudut pandang ataupoint of view yang jelas dan tegas sehingga juga pada akhirnya menjadi sudut pandang para pemakainya yang setia.Buku ajar harus mampu memberi pemantapan, penekanan pada nilai-nilai anak dan orang dewasa.Buku ajar harus dapat menghargai pribadi-pribadi para siswa.[25]

Ke sepuluh kriteria di atas harus diupayakan penemuannya oleh penulis buku ajar. Di samping itu, penulisan buku ajar perlu memperhatikan kesesuaiannya dengan standar isi dan mengarah kepada tujuan pendidikan, baik tujuan nasional, institusional, maupun tujuan instruksional.

Menurut Greene dan Petty dalam buku Tarigan terdapat beberapa pedoman penilaian buku ajar, yaitu sebagai berikut :

Sudut pandang (point of view). Buku ajar harus mempunyai landasan, prinsip, dan sudut pandang tertentu yang melandasi atau menjiwai buku ajar secara keseluruhan. Sudut pandang ini dapat berupa teori psikologi, bahasa, dan sebagainya.Kejelasan konsep. Konsep-konsep yang digunakan dalam buku paket harus jelas. Adanya penafsiran ganda perlu dihindari agar siswa atau pembaca dapat menangkap dan memahami kandungan buku ajar dengan tepat.Relevan dengan kurikulum. Buku paket digunakan di sekolah-sekolah sebagai sumber bahan pelajaran. Oleh karena itu, buku ajar harus relevan dengan kurikulum yang berlaku.Menarik Minat. Buku ajar ditulis untuk siswa. Karena itu penulisan buku ajar harus mempertimbangkan minat para siswa pemakai buku tersebut. Semakin sesuai buku ajar itu dengan minat siswa, semakin tinggi daya tarik buku tersebut.Menumbuhkan Motivasi. Motivasi[26] yang dimaksudkan di sini adalah penciptaan kondisi yang ideal sehingga seseorang ingin, mau, senang mengerjakan sesuatu. Buku ajar yang baik adalah buku ajar yang dapat membuat siswa ingin, mau, senang mengerjakan apa yang diintruksikan dalam buku tersebut.Menstimulasi aktivitas siswa. Buku ajar yang baik adalah buku ajar yang merangsang, menantang dan mengingatkan aktivitas siswa. Hal ini sesuai dengan konsep CBSA.Ilustratif. Buku ajar harus disertai dengan ilustrasi yang mengena dan menarik. Ilustrasi yang relevan akan memperjelas hal yang dibicarakan.Dapat dipahami siswa. Pemahaman harus didahului oleh komunikasi yang tepat. Faktor utama yang berperan adalah bahasa. Bahasa buku ajar hendaknya sesuai dengan bahasa siswa, kalimat efektif, terhindar dari makna ganda, sederhana, sopan, dan menarik.Menunjang mata pelajaran lain. Buku ajar PAI misalnya, di samping menunjang mata pelajaran lain seperti Olahraga, Sejarah, Ekonomi, Matematika, Kesenian, Geografi, dan sebagainya.Menghargai perbedaan individu. Buku ajar yang baik tidak membesar-besarkan perbedaan individu tertentu. Perbedaan dalam kemampuan, bakat, minat, ekonomi, sosial, budaya dan setiap individu tidak dipermasalahkan tetapi diterima sebagaimana adanya.Memantapkan nilai-nilai. Buku ajar yang baik berusaha memantapkan nilai-nilai yang belaku di masyarakat. Uraian-uraian yang menjurus kepada penggoyahan nilai-nilai harus dihindarkan.[27]

Untuk meningkatkan mutu buku, telah ditempuh langkah-langkah konkret mulai dari menyusun kriteria buku pelajaran yang baik. Kriteria itu kemudian disosialisasikan kepada penulis dan penerbit. Menstandarkan bukan berarti menyeragamkan. Di satu pihak, pemerintah memberikan kriteria sebagai pegangan, di pihak lain pemerintah memberikan kebebasan pengembangan buku kepada penulis. Sejalan dengan Permendiknas Nomor 2 Tahun 2008 Pasal 4 ayat (1) menjelaskan bahwa ”Buku teks pada jenjang pendidikan dasar dan menengah dinilai kelayakan-pakainya terlebih dahulu oleh Badan Standar Nasional Pendidikan sebelum digunakan oleh pendidik dan/atau peserta didik sebagai sumber belajar di satuan pendidikan”.[28] Hal ini dimaksudkan untuk memperoleh buku teks pelajaran yang memiliki kelayakan isi, bahasa, penyajian, dan kegrafikaan pada jenjang pendidikan SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, dan SMK.

Dengan cara ini mudah-mudahan kita bisa menghasilkan buku pelajaran yang baik. Bahwa mungkin proses standardisasi itu ada kekurangannya akan diperbaiki berdasarkan pengalaman, baik pengalaman si penulis ketika menggunakan kriteria yang terlihat dari buku hasil tulisannya maupun pikiran-pikiran para penyusun standar tersebut yang terus berkembang.

Buku ajar yang baik tentu memuat materi pembelajaran secara lengkap, tersusun baik, dan tidak mengandung hal-hal yang dapat menimbulkan gejolak yang tidak baik pada diri siswa. Dengan buku ajar yang baik, siswa dapat memperoleh informasi yang dibutuhkan dengan cara yang mudah.

Dalam buku Telaah Kurikulum Bahasa Indonesia, menjelaskan kriteria buku ajar yang dianggap baik paling tidak memenuhi delapan kriteria sebagai berikut :[29]

a.  Organisasi dan Sistematika

Pengertian organisasi mengandung arti susunan (atau cara bersusun) sesuatu yang terdiri atas komponen atau topik dengan tujuan tertentu, sedangkan sistematika mengandung arti kaidah atau aturan dalam buku ajar yang harus diikuti. Sebuah buku ajar berisi berbagai informasi yang disusun sedemikian rupa sehingga buku tersebut dapat digunakan untuk memenuhi tujuan pembuatan buku ajar tersebut.

Buku ajar PAI SMK tentu mempunyai organisasi dan sistematika yang baik. Dalam arti, buku ajar PAI setidaknya memuat pokok-pokok pembelajaran secara berurutan dan sesuai dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang telah ditetapkan dalam standar isi PAI.

Organisasi buku ajar sebaiknya memenuhi semua komponen pembelajaran yang dibuat secara terpadu antara pendekatan komunikatif dan kontekstual (CTL).  Keterampilan berbahasa dan bersastra, yaitu menyimak, berbicara, membaca dan menulis harus diurut sesuai dengan tingkat kesulitan dan keterkaitan antara topik yang satu dengan yang lainnya.

b.  Kesesuaian isi dengan kurikulum,

Maslow, sebagaimana dikutip dari Sudirman dan dikutip lagi oleh Pupuh Fathurrahman berkeyakinan bahwa minat seseorang akan muncul bila suatu itu terkait dengan kebutuhannya. Jadi, bahan pelajaran yang sesuai dengan kebutuhan anak didik akan memotivasi anak didik dalam jangka waktu tertentu.[30]

Suharsimi Arikunto yang dikutip Pupuh Fathurrohman mengatakan bahwa materi atau bahan pelajaran merupakan unsur inti yang ada di dalam kegiatan belajar mengajar, karena memang bahan pelajaran itulah yang diupayakan untuk dikuasai oleh anak didik. Karena itu pula, guru khususnya, atau pengembangan kurikulum umumnya, harus memikirkan sejauh mana bahan-bahan atau topik yang tertera dalam silabus berkaitan dengan kebutuhan peserta didik di masa depan. Sebab, minat peserta didik akan bangkit bila suatu bahan diajarkan sesuai dengan kebutuhannya.[31]

Materi merupakan medium untuk mencapai tujuan pengajaran yang dikonsumsi oleh peserta didik. Bahan ajar merupakan materi yang terus berkembang secara dinamis seiring dengan kemajuan dan tuntutan perkembangan masyarakat. Bahan ajar/materi yang diterima anak didik harus mampu merespon setiap perubahan dan mengantisipasi setiap perkembangan yang akan terjadi di masa depan. Oleh karena itu persyaratan materi yang harus dipelajari oleh anak didik menghendaki buku ajar PAI SMK harus sesuai dengan ketentuan-ketentuan pembelajaran. Ketentuan itu tertuang dalam standar isi kurikulum mata pelajaran PAI.

Selain ketentuan di atas, ada juga ketentuan lain yang tidak bisa diabaikan oleh buku ajar, yaitu:

1)      Tujuan pembelajaran

2)      Program pembelajaran

3)      Alokasi waktu, dan

4)      Pendekatan pembelajaran

Tujuan pembelajaran mengarahkan ke mana sebuah pembelajaran. Jika ketentuan ini tidak dipenuhi, maka pengajaran akan berpoli arah tak menentu. Tujuan tidak tercapai atau malah tidak dapat diukur ketercapaianya. Penyebutan pembelajaran itu pada dasarnya menyuratkan adanya tujuan.

Program pembelajaran juga amat penting untuk disajikan dalam buku ajar. Menurut Crow & Crow yang dikutip oleh Sutari Imam Barnadib mengatakan bahwa buku termasuk salah satu dari alat-alat pengajaran atau pembelajaran.[32] Penyusunan program sebenarnya dilakukan agar tujuan  pembelajaran dapat dicapai dengan baik. Tidak adanya program pembelajaran akan bermuara pada tidak tercapainya tujuan pembelajaran.

Demikian pula dengan alokasi waktu, juga sangat menentukan tercapainya tujuan. Tidak efisien dalam mengalokasikan waktu akan mengakibatkan tidak tercapainya tujuan pembelajaran. Mungkin terlalu cepat selesai sehingga banyak materi yang terlalu cepat dibahas, mungkin juga harus menambah banyak waktu tambahan karena terlalu terlena dengan materi yang disukai guru.

Akhirnya pendekatan pun sangat menentukan keberhasilan pembelajaran. Pendekatan kognitif menjadikan siswa memahami bahan ajar  sebatas pengetahuannya saja, sedangkan pendekatan keterampilan proses lebih melibatkan unsur kreativitas siswa untuk mencari lebih banyak informasi yang terdapat dalam buku ajar itu.

c.  Kesesuaian Pengembangan Materi dengan Tema/Topik

Materi-materi pembelajaran dalam buku ajar dikembangkan oleh penulisnya dengan memperhatikan topik-topik pembelajaran yang terdapat dalam kurikulum. Tujuan pengembangan materi adalah agar materi-materi pembelajaran mudah dicerna oleh pemakai buku, yaitu siswa.

Supaya pengembangan materi terarah dan memenuhi sasaran penulisan buku, maka pengembangan materi harus didasarkan pada tema/topik. Tema/topik merupakan titik tolak pembelajaran PAI. Tema/topik selanjutnya akan mengarahkan penyusunan tujuan pembelajaran.

Dengan dasar pijak alur penyusunan tersebut, penilaian terhadap buku ajar juga harus diarahkan pada kriteria sesuai tidaknya pengembangan materi dengan tema/topik.

d.  Perkembangan Kognitif

Perkembangan kognitif siswa juga perlu dipertimbangan dalam penulisan dan pemilihan buku ajar. Jadi untuk dapat memanfaatkan materi-materi pembelajaran yang menunjang kemampuan siswa, sebaiknya memilih materi yang memiliki tingkat kesulitan sedikit di atas rata-rata pada saat proses pembelajaran. Namun demikian, variasi materi tetap diutamakan untuk menghindari kesulitan menangkap maksud yang ingin disampaikan atau sebaliknya menimbulkan kebosanan pada siswa.

e.  Pemakaian/Penggunaan Bahasa

Bahasa adalah alat komunikasi.[33] Dalam kaitan dengan pemakaian bahasa, buku ajar harus memenuhi kriteria pemakaian bahasa Indonesia yang baik dan benar dan mengikuti perkembangan zaman. Perkembangan zaman dimaksud adalah perkembangan penggunaan bahasa Indonesia dalam buku ajar baik sebagai kutipan maupun bahasa tulis (pemakaian bahasa Indonesia saat ini).

Bahasa Indonesia yang baik dan benar adalah bahasa yang sesuai dengan kaidah-kaidah bahasa Indonesia dan situasi dan kondisi (konteks) komunikasi. Kriteria bahasa yang sesuai dengan situasi dan kondisi ditentukan oleh hal-hal sebagai berikut : 1) siapa yang mengajarkan, 2) siapa yang menerima ajaran,        3) apa yang diajarkan, 4) kapan diajarkan, 5) di mana diajarkan, dan 6) melalui medium apa diajarkan.

f.  Keserasian Ilustrasi dengan Wacana/Teks Bacaan

Agar buku ajar menarik bagi siswa, buku ajar harus selalu disertai dengan ilustrai atau gambar. Di samping untuk tujuan menarik perhatian, ilustrasi atau gambar di dalam buku ajar juga mempunyai kegunaan lain, yaitu untuk mempermudah pemahaman dan untuk merangsang pembelajaran PAI secara komunikatif.

Supaya kehadiran gambar di dalam buku ajar dapat berfungsi secara optimal, pemilihan dan peletakan gambar harus disesuaikan dengan teks bacaan atau wacana.

Teks bacaan atau wacana harus berkaitan atau sejalan dengan ilustrasi atau gambar yang dicantumkan berkenaan dengan teks bacaan tersebut. Kaitan itu tidak cukup hanya dengan informasi-informasi yang ada di dalam buku suatu teks bacaan melainkan juga dengan gagasan-gagasan utama di dalam teks bacaan itu. Dengan demikian, pemilihan dan pencantuman ilustrasi juga akan dengan sendirinya berkaitan dengan tujuan pembelajaran dan tema/topik yang telah ditetapkan.

g.  Segi Moral/Akhlak

Moral atau akhlak juga merupakan kriteria penilaian buku ajar. Buku ajar PAI SMK, sebagaimana buku ajar lainnya, harus mempertimbangkan segi moral/akhlak. Hal ini penting karena bangsa Indonesia adalah bangsa yang sangat memelihara kerukunan umat beragama, yang sangat memperhatikan aspek-aspek moral dalam sendi-sendi kehidupan bermasyarakat.

Kalau begitu, faktor-faktor apakah yang berkaitan dengan aspek akhlak yang harus dipertimbangkan dalam penulisan buku ajar atau penilaian isi buku ajar  saat ini yang telah digunakan di sekolah. Faktor-faktor tersebut meliputi pertama, sifat-sifat baik seperti kejujuran, sifat amanah (terpercaya), keberanian, selalu menyampaikan hal-hal yang baik, kesopanan, ketaatan beribadah, persaudaraan, kesetiakawanan, mencintai/mengasihi sesama makhluk, berbakti kepada orang tua, taat kepada pemimpin, dan sebagainya.Kedua, hendaknya dalam buku ajar tidak mencantumkan sesuatu yang dapat membangkitkan sifat-sifat buruk seperti kecurangan, pengecut, ketidaksopanan, keingkaran, kemungkaran, kejahilan, kekerasan, keberingasan, permusuhan, kekejian, kemalasan, sering berbohong, dan sebagainya.

h.  Idiom Tabu Kedaerahan

Kriteria terakhir dalam penilaian buku ajar adalah apakah terdapat idiom tabu kedaerahan? Idiom adalah bahasa dan dialek yang khas menandai suatu bangsa/daerah, suku, kelompok, dan lain-lain, sedangkan tabu adalah sesuatu yang terlarang atau dianggap suci, tidak boleh diraba dan sebagai (pantangan atau larangan). Idiom tabu adalah suatu bahasa atau dialek yang khas dimiliki oleh suatu daerah dan dianggap suci/baik serta tidak boleh dipermainkan.

Buku ajar PAI sebagai media dalam proses belajar mengajar, sedapat mungkin terhindar dari idiom-idiom tabu kedaerahan. Suatu idiom dinyatakan tabu oleh suatu kebudayaan biasanya karena kebudayaan atau masyarakat yang memiliki kebudayaan itu mempunyai pengalaman yang tidak baik, sakral atau dapat menyinggung perasaan orang lain. Bisa jadi juga kebudayaan atau suatu masyarakat itu memiliki sistem nilai yang menolak idiom-idiom tersebut. Oleh karena itu, pencantuman idiom-idiom tabu dapat menyebabkan siswa menjadi terbiasa dengan idiom-idiom itu. Berhati-hatilah dengan pemakaian bahasa yang mengarah ke sana.

Akibat sesaat yang ditimbulkan oleh penyebutan idiom-idiom tabu kedaerahan adalah rasa risih, jijik, atau kesan tidak sopan. Akibat yang lebih jauh dari penyebutan idiom-idiom tabu kedaerahan yang berkali-kali adalah rusaknya sistem nilai yang dianut oleh masyarakat atau kebudayaan. Paling tidak penyebutan itu dapat mempengaruhi perkembangan psikhis siswa secara negatif.

Selain itu, unsur-unsur yang harus dihindari adalah instabilitas nasional termasuk unsur-unsur SARA. Perbedaan-perbedaan yang ada di dalam masing-masing suku, agama, ras, dan antargolongan seharusnya tidak dipertajam. Lebih baik apabila menghindari atau menjauhinya.

Sedangkan Syamsul Arifin dan Adi Kusrianto memberikan tolok ukur buku ajar yang baik sebagai berikut : 1) Format buku sesuai dengan format ketentuan UNESCO, yaitu ukuran kertas A4 (21 x 29,7 cm), 2) Memiliki ISBN (International Standard Book Number)[34], 3) Dengan gaya bahasa semi formal, 4) Struktur kalimat minimal SPOK, 5) Mencantumkan TIU, 6) TIK dan kompetensi, 7) Disusun sesuai dengan Rencana Pembelajaran, 8) Menyertakan pendapat atau mengutip hasil penelitian pakar, 9) Menggunakan catatan kaki/catatan akhir/daftar pustaka dan jika mungkin menyertakan indek, 10) Mengakomodasi hal-hal/ ide-ide baru, 11) Diterbitkan oleh penerbit yang kredibel, dan 12) Tidak menyimpang dari falsafah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Setiap halaman buku hendaknya mengacu pada hal-hal berikut; setiap alinea berisi satu pokok pikiran, menggunakan alinea yang pendek, menggunakan kalimat-kalimat pendek, agar mudah diingat (10-14 kata per kalimat), setiap halaman dibuat menarik dan mudah diingat secara verbal maupum visual (mengindahkan kaidah penggunaan tipografi dan tata letak yang baik), setiap halaman berisi teks, grafik/diagram, tabel, gambar (berupa foto maupun ilustrasi), inset pengingat,inset history, dan menuliskan kalimat motivasi dan inspirasi.

[1] R Masri Sareb Putra dan Yennie Hardiwidjaya, How to Write and Market a Novel : Panduan Bagi Novelis, Pendidik, dan Industri Penerbitan, (Bandung : Kolbu, 2007), hlm. 82.

[2] Buku diartikan sebagai “beberapa helai kertas yang terjilid berisi tulisan untuk dibaca atau halaman-halaman kosong untuk ditulisi”. A Rahmat Rosyadi, Menjadi Penulis Profesional Itu Mudah : Proses Kreatif Menulis dan Menerbitkan Buku Sekolah dan Perguruan Tinggi, (Bogor : Ghalia Indonesia, 2008), hlm. 93. Lihat juga KBBI, 1984 : 161. Pengertian buku yang dimaksudkan bukan buku cetakan, melainkan buku bacaan yang diterbitkan oleh penerbit. Buku yang diterbitkan itu terdaftar secara resmi di Perpustakaan Nasional dengan memiliki nomor seri yang disebut International Series Book Number (ISBN). Buku yang ditulis tidak cukup sekeda terbit, kemudian diedarkan, lalu dijual. Yang terpenting dari kehadiran buku di tengah pembacanya adalah buku itu harus bergizi, tidak kering. Buku yang bergizi harus mampu menggerakkan pikiran pembacanya. Hernowo, Mengikat Makna, (Bandung : Kaifa, 2001), hlm. 88.

[3] Nasution S., Metode Research, (Bandung : Jemmars, 1982), hlm. 119.

[4] Wilardjo L., Buku Teks di Bidang Ilmu dan Teknologi: dalam Kritis, (No. 3 th. III, Januari 1989), hlm. 34.

[5] Berdasarkan isinya, buku diklasifikasikan menjadi dua, yaitu buku fiksi dan buku nonfiksi. Berdasarkan peruntukan-nya, buku diklasifikasikan menjadi buku umum dan buku sekolah. Berdasarkan tujuannya, buku diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu buku ajar dan buku pengayaan.

[6] Johan Wahyudi, Menulis untuk Masa Depan, Sunday 22 March 2009 (05:52).

[7] R Masri Sareb Putra,How to Write Your Own Text Book Cara Cepat dan Asyik Membuat Buku Ajar yang Powerful, (Bandung : Kolbu, 2007), hlm.11.

[8] Tarigan, Telaah Buku Teks Bahasa Indonesia, (Bandung : Angkasa, 1986), hlm. 11.

[9] Ibid.

[10] Ibid.

[11] Taylor Barbara, Reading Difficulties, (New York : Random House, 1988), hlm. 1523.

[12] http://en.wikipedia.org/wiki/Textbook (09-03-2009, 10:10).

[13] Tarigan, Loc. Cit.

[14] Selengkapnya lihat  PP Nomor  19 tahun 2005 pasal 43.

[15] Lihat Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2008 Pasal 1 (3) tentang Buku.

[16] Ibid. Karena buku ajar disusun berdasarkan rencana pembelajaran, biasanya dimulai dengan menetapkan terlebih dahulu tujuan pembelajaran (learning objective), kemudian membuat diagram alir yang dikenal dengan sebutan analisis pembelajaran (instructional analysis), dilanjutkan dengan membuat rencana pembelajaran, dan kemudian menyusun buku ajar.

[17]Nana Sudjana, Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar, (Bandung : Sinar Baru Algesindo, 1995), hlm. 6.

[18] Syamsul Arifin dan Adi Kusrianto, op. cit., hlm. 58.

[19] Greene dan Petty, Developing Language Skill in The Elementary Schools, (Boston : Alyn and Bacon Inc., 1981), hlm. 540-2.

[20] “Motivasi merupakan kekuatan dahsyat yang dapat menuntun Anda menggapai sukses. Orang yang tak memiliki motivasi belajar dalam dirinya, maka hadirnya guru profesional (sebagai motivator dari luar) sangat diperlukan.” (M. Sobri Sutikno). Istilah motivasi berpangkal dari kata “motif” yang dapat diartikan sebagai sebagai daya penggerak yang ada di dalam diri seseorang untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi tercapainya suatu tujuan. Bahkan motif dapat diartikan sebagai suatu kondisi kesiapsiagaan. Adapun menurut Mc. Donald (dalam Sardiman, 1986), motivasi adalah perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya “feeling” dan di dahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan. Motivasi ada dua, yaitu (1) motivasi Intrinsik dan (2) motivasi ekstrinsik, yang saling berkaitan satu dengan lainnya. Motivasi intrinsik adalah motivasi yang timbul dari dalam diri individu sendiri tanpa ada paksaan dorongan orang lain. Motivasi ini sering disebut “motivasi murni”, atau motivasi yang sebenarnya, yang timbul dari dalam diri siswa, misalnya keinginan untuk mendapatkan keterampilan tertentu, mengembangkan sikap untuk berhasil, dan sebagainya. Motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang timbul sebagai akibat pengaruh dari luar individu, apakah karena adanya ajakan, suruhan, atau paksaan dari orang lain sehingga dengan keadaan demikian siswa mau melakukan sesuatu. Ini diperlukan di sekolah sebab pembelajaran di sekolah tidak semuanya menarik minat, atau sesuai dengan kebutuhan siswa. Kalau keadaan seperti ini, maka siswa yang bersangkutan perlu dimotivasi agar belajar, dan guru harus berusaha membangkitkan motivasi belajar siswa sesuai dengan keadaan siswa itu sendiri. Sobri Sutikno M., Belajar dan Pembelajaran Upaya Kreatif dalam Mewujudkan Pembelajaran yang Berhasil, (Bandung : Prospect, 2009), hlm. 71-73.

[21] Syamsul Arifin dan Adi Kusrianto, Loc.  cit.

[22] Tim Penilai Buku Ajar, Pedoman Penilaian Buku Ajar, (Jakarta : Departemen Agama Direktorat PAIS).

 

[23] Bambang Trim, Menjadi Powerful Da’i dengan Menulis Buku, (Bandung : Kolbu, 2006), hlm. xiv.

[24] Tim Penilai Buku Ajar, op. cit.

[25] Tarigan, Telaah Buku Teks Bahasa Indonesia, (Bandung : Angkasa 1993), hlm. 20. Lihat juga Greene and Petty, Developing Language Skills in The Elementary Schools, (Boston : Allyn and Bacon, Inc.), hlm. 545-8.

[26] Motivasi berarti pemberian atau penimbulan motif atau hal yang menjadi motif. Tegasnya, motivasi adalah motif atau hal yang sudah menjadi aktif pada saat tertentu, teritama bila kebutuhan untuk mencapai tujuan terasa sangat mendesak. Abd. Rachman Abror,Psikologi Pendidikan, (Yogyakarta : Tiara Wacana Yogya, 1993), hlm. 114. Atkitson, (et al) mengatakan “Motivation refers to the factors that energize and direct behavior” (Motivasi mengacu kepada faktor-faktor yang menggerakkan dan mengarahkan tingkah laku). Atkinson, Rita L., (et al.), Introduction to Psychology, (New York : Harcourt Brace Jovanovich, Inc., 1983), hlm. 314. Motivasi (motivation) adalah keseluruhan dorongan, keinginan, kebutuhan, dan daya yang sejenis yang mengarahkan perilaku. Harold Koontz O. Donnel dan Heinz Weihrich, Management, (McGraw Hill : Kogaguska, 1980), hlm. 115. Motivasi juga diartikan suatu variabel penyelang yang digunakan untuk menimbulka faktor-faktor tertentu di dalam organisme, yang membangkitkan, mengelola, mempertahankan, dan menyalurkan tingkah laku menuju satu sasaran. James P. Chaplin, Kamus Lengkap Psikologi, terj. Kartini Kartono, judul asli “Dictionary of Psychology”, (Jakarta : Rajawali, 1999), hlm. 310. Dalam diri seseorang, motivasi berfungsi sebagai pendorong kemampuan, usaha, keinginan, menentukan arah, dan menyeleksi tingkah laku. Richard M. Hodgetts dan Donal F. Kurako,Management, (Sandiego : Harcourt Brace Pub., 1988), hlm. 284. Kemampuan adalah tenaga, kapasitas atau kesanggupan untuk melakukan suatu perbuatan yang dihasilkan dari bawaan sejak lahir atau merupakan hasil dari pengalaman. Usaha adalah penyelesaian suatu tugas untuk mencapai keinginan. Sedang keinginan adalah satu harapan, kemauan, atau dorongan untuk mencapai sesuatu atau untuk membebaskan diri dari suatu perangsang yang tidak menyenangkan. Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir, Nuansa-nuansa Psikologi Islam, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2001), hlm. 243.

[27] Ibid., hlm. 23.

[28] Lihat Permendiknas Nomor 2 Tahun 2008 Pasal 4 ayat (1) tentang Buku.

[29] Telaah Kurikulum Bahasa Indonesia, hlm. 143-150.

[30] Pupuh Fathurrohman & M Sobry Sutikno, Strategi Belajar Mengajar : Melalui Penanaman Konsep Umum & Konsep Islami, (Bandung : Refika Aditama, 2009), hlm. 14.

[31] Ibid.

[32] Sutari Imam Barnadib, Pengantar Ilmu Pendidikan Sistematis, (Yogyakarta : Andi Offset, 1993), hlm. 95.

[33] Jabrohim, Chairul Anwar, dan Suminto A. Sayuti,Cara Menulis Kreatif, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2009), hlm. 3.

[34] ISBN sebenarnya lebih berhubungan pada proses pemesanan sebuah buku pada penerbit. Setiap buku yang diterbitkan pasti mempunyai ISBN yang berbeda. Oleh karena itu jika seseorang pembaca ingin memesan suatu buku, ia cukup menyebutkan judul buku dan ISBN-nya. Jika penyebutan ISBN-nya tepat, pasti pembaca akan mendpatkan buku sesuai dengan pesanannya dan tidak akan tertukar dengan judul buku lain atau tertukar dengan buku yang mempunyai judul sama, tetapi dijilid dengan sampul berbeda. Kadang-kadang, di belakang ISBN terdapat kode hb dan pb. Kode hb adalah kde untuk buku bersampul tebal (hb = hardback/hardcover), sedangkan kode pb adalah kode untuk buku yang bersampul tipis (pb = paperback/softcover). ISBN juga merupakan sarana promosi buku. Informasi ISBN ini disebarluaskan oleh Badan Nasional yang berada di Jakarta dan Badan Internasional yang berlokasi di Berlin. Badan Nasional ISBN menyebarkan informasi ISBN melalui berbagai terbitan, Bibliografi Nasional Indonesia (BNI), direktori, dan majalah berita ISBN. ISBN terdiri atas 10 digit, di mana 1 sampai 3 digit pertama adalah group identity, 2 hingga 7 digit kedua disebutpublisher identity, 1 hingga 6 digit adalah title identity(nomor urut buku), dan satu digit terakhir adalah check digit (nomor pemeriksa). Check digit selalu satu angka, jika angkanya lebih dari satu, ditulis dengan huruf romawi, misalnya X untuk 10. Contoh kode ISBN : ISBN 979-20-7304-3 atau 1-85172-034-0.

Textbook

A.      Buku Ajar   

1.      Pengertian Buku Ajar

Buku adalah jendela dunia.[1] Melalui buku, seseorang dipersilahkan masuk menatap dan menjelajah dunia yang sangat luas. Buku[2] ajar dipahami sebagai alat pengajaran yang paling banyak digunakan di antara semua alat pengajaran lainnya.[3] Buku ajar memberikan ajaran dalam suatu bidang studi.[4]

Kedua pengertian itu berbeda. Pengertian pertama menekankan fungsinya sebagai alat pengajaran. Kedua memfokuskan kepada isinya.[5] Buku ajar adalah buku yang digunakan dalam proses kegiatan belajar. Buku ajar dikenal pula dengan sebutan buku teks, buku materi, buku paket, atau buku panduan belajar.[6] Menilik isi dan luasnya buku teks sama saja dengan buku ajar.[7] Jadi buku ajar yang dimaksudkan identik dengan buku teks, buku paket, buku materi atau buku panduan belajar.

Buku ajar yang diterbitkan oleh pemerintah dalam hal ini Kementerian Pendidikan Nasional dan Kementerian Agama (dulu Dinas Pendidikan Nasional dan Departemen Agama) disebarluarkan ke semua sekolah di tanah air sebagai buku pegangan wajib serta tidak diperdagangkan. Jadi, dalam menerangkan apa yang dimaksud dengan buku ajar, penulis mendasarkan diri pada teori-teori yang berhubungan dengan buku teks.

Banyak ahli yang mengemukakan batasan tentang buku ajar (paket, teks) ini. Di antaranya Hall-Quest dalam buku Tarigan[8] mengatakan “buku ajar adalah rekaman pemikiran rasial yang disusun buat maksud-maksud dan tujuan-tujuan instruksional”. Ahli lain seperti Lange menyatakan “buku teks (ajar) adalah buku standar atau buku setiap cabang khusus studi dan terdiri dari dua tipe yaitu buku pokok atau utama dan suplemen atau tambahan”.[9] Lebih terperinci lagi Bacon mengemukakan bahwa “buku teks (ajar) buku yang dirancang buat penggunaan di kelas, dengan cermat disusun dan disiapkan oleh para pakar atau ahli dalam bidang itu dan dilengkapi dengan sarana-sarana pengajaran yang sesuai dan serasi”.[10]

Buckingham mengutarakan bahwa “buku teks (ajar) adalah sarana belajar yang bisa digunakan di sekolah-sekolah dan di perguruan tinggi untuk menunjang suatu program  pengajaran dan pengertian modern dan yang umum dipahami”.[11] Hal senada juga terdapat dalam Wikipedia, “A textbook or coursebook is a manual of instruction in any branch of study. A textbook can also be any standard book on a subject, which is not necessarily used in a particular course. Textbooks are produced according to the demands of educational institutions”.[12]

Dari berbagai pendapat para ahli di atas, Tarigan menyimpulkan beberapa hal mengenai buku ajar tersebut sebagai berikut .

Buku ajar merupakan buku pelajaran yang ditujukan bagi siswa pada jenjang pendidikan tertentu (SD, SLTP, SMA/SMK, dan sebagainya).Buku ajar selalu berkaitan  dengan bidang studi tertentu (Bahasa Indonesia, Matematika, Fisika, Sejarah, dan sebagainya).Buku ajar selalu merupakan buku yang standar. Pengertian standar di sini ialah baku, menjadi acuan berkualitas dan biasanya ada tanda pengesahan dari badan wewenang di bawah Dinas Pendidikan Nasional.Buku ajar ditulis oleh pakar di bidangnya masing-masing.Buku ajar ditulis untuk tujuan intruksional tertentu.Buku ajar dilengkapi dengan sarana pengajaran.[13]

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat dikatakan buku ajar merupakan buku yang diterbitkan dan disebarluaskan oleh pemerintah (Kemendiknas dan Kemenag)) sebagai buku pelajaran dalam bidang studi tertentu, yang merupakan buku standar dan disusun oleh para pakar dalam bidang itu untuk maksud-maksud dan tujuan intruksional dilengkapi dengan sarana pengajaran yang serasi dan mudah dipahami oleh para pemakainya di sekolah-sekolah sehingga menunjang suatu program pengajaran.

Dalam perkembangannya buku ajar tidak lagi diterbitkan oleh pemerintah, melainkan oleh pihak swasta. Dalam kaitan ini, pemerintah hanya diberi wewenang untuk pengadaan buku ajar, bukan untuk penggandaannya. Selanjutnnya pemerintah menetapkan standar tertentu yang harus dipenuhi oleh setiap penerbitan buku yang akan digunakan oleh satuan pendidikan. Dalam hal ini standar tersebut ditetapkan dan dikeluarkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP).[14]

Selain itu, dalam Permendiknas Nomor 2 Tahun 2008  Pasal 1 menjelaskan bahwa ”Buku teks adalah buku acuan wajib untuk digunakan di satuan pendidikan dasar dan menengah atau perguruan tinggi yang memuat materi pembelajaran dalam rangka peningkatan keimanan, ketakwaan, akhlak mulia, dan kepribadian, penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, peningkatan kepekaan dan kemampuan estetis, peningkatan kemampuan kinestetis dan kesehatan yang disusun berdasarkan standar nasional pendidikan”.[15]

Seperti terlihat dari namanya, buku ajar adalah jenis buku yang digunakan dalam aktivitas belajar dan mengajar. Prinsipnya semua buku dapat digunakan untuk bahan kajian pembelajaran. Namun, yang ingin disampaikan adalah pengertian buku ajar terkait dengan cara menyusun, penggunaannya dalam pembelajaran, dan penyebarannya, sehingga buku tersebut termasuk kategori buku ajar.

Buku ajar disusun dengan alur dan logika sesuai dengan rencana pembelajaran. Buku ajar disusun sesuai kebutuhan belajar siswa atau mahasiswa. Buku ajar disusun untuk mencapai tujuan pembelajaran atau kompetensi tertentu.[16]

Penulisan buku ajar harus mengacu kepada kurikulum dan harus tercermin adanya bahan yang tingkat kedalaman dan keluasannya berbeda antara kelas X dengan kelas XI. Bahan di kelas XI relatif lebih luas, lebih dalam dari bahan yang diberikan di kelas X, bukan sebaliknya.[17] Buku ajar disusun sesuai dengan kebutuhan pelajar. Pertama kebutuhan akan pengetahuan, misalnya tentang ilmu alam, kepada siswa SD kebutuhannya hanya sampai tingkatan mengetahui. Tetapi pada tingkat SMA/SMK sudah harus mampu memahami, bahkan mungkin sampai aplikasi. Di tingkat ini dibutuhkan latihan dan pendampingan. Ketiga adalah kebutuhan umpan balik terhadap apa yang disampaikan kepada siswa.

Buku ajar adalah buku pegangan untuk suatu mata pelajaran yang ditulis dan disusun oleh pakar bidang terkait dan memenuhi kaidah buku teks serta diterbitkan secara resmi dan disebarluaskan.[18]

Untuk menyempurnakan pengertian tentang buku ajar yang dimaksudkan dengan Kepmen No: 36/D/O/2001, Pasal 5, ayat 9 (a); “Buku ajar adalah buku pegangan untuk suatu mata kuliah yang ditulis dan disusun oleh pakar bidang terkait dan memenuhi kaidah buku teks serta diterbitkan secara resmi dan disebarluaskan”. Kata kuncinya adalah buku ajar disusun sesuai dengan mata pelajaran/mata kuliah tertentu, diterbitkan secara resmi dan disebarluaskan, artinya buku tersebut haruslah ber- ISBN.

2.      Fungsi Buku Ajar

Greene dan Petty, merumuskan beberapa peranan dan kegunaan buku ajar sebagai berikut :

Mencerminkan suatu sudut pandang yang tangguh dan modern mengenai pengajaran serta mendemontrasikan aplikasi dalam bahan pengajaran yang disajikan.Menyajikan suatu sumber pokok masalah atausubject matter yang kaya, mudah dibaca dan bervariasi, yang sesuai dengan minat dan kebutuhan para siswa, sebagai dasar bagi program-program kegiatan yang disarankan di mana keterampilan-keterampilan ekspresional diperoleh pada kondisi yang menyerupai kehidupan yang sebenarnya.Menyediakan suatu sumber yang tersusun rapi dan bertahap mengenai keterampilan-keterampilan ekspresional.Menyajikan (bersama-sama dengan buku manual yang mendampinginya) metode-metode dan sarana-sarana pengajaran untuk memotivasi siswa.Menyajikan fiksasi awal yang perlu sekaligus juga sebagai penunjang bagi latihan dan tugas praktis.Menyajikan bahan atau sarana evaluasi dan remedial yang serasi dan tepat guna.[19]

Buku ajar haruslah mempunyai sudut pandang yang jelas, terutama mengenai prinsip-prinsip yang digunakan, pendekatan yang dianut, metode yang digunakan serta teknik-teknik pengajaran yang digunakan. Buku ajar sebagai pengisi bahan haruslah menyajikan sumber bahan yang baik. Susunannya teratur, sistematis, bervariasi, dan kaya akan informasi. Di samping itu harus mempunyai daya tarik kuat karena akan mempengaruhi minat siswa terhadap buku tersebut. Oleh karena itu, buku ajar itu hendaknya menantang, merangsang, dan menunjang aktivitas dan kreativitas siswa.

Tidak kalah pentingnya, buku ajar harus berfungsi sebagai penarik minat dan motivasi[20] peserta didik dan pembacanya.[21] Motivasi pembaca bisa timbul karena bahasa yang sederhana, mengalir dan mudah dipahami. Motivasi bisa timbul karena banyak gagasan dan ide-ide baru. Motivasi bisa timbul, karena buku ajar tersebut mengandung berbagai informasi yang relevan dengan kebutuhan belajar peserta didik dan pembaca. Namun dalam penelitian ini tidak akan dibahas lebih jauh tentang ini tetapi difokuskan kepada kelayakan buku ajarnya saja.

3.      Kualitas Buku Ajar yang Baik

Buku ajar sesungguhnya merupakan media yang sangat penting dan strategis dalam pendidikan. Ia adalah penafsir pertama dan utama dari visi dan misi sebuah pendidikan. Apalagi, menurut Chekley yang dikutip oleh Tim Penilai Buku Ajar Direktorat PAIS buku sebenarnya juga bisa jadi untuk melakukan “jalan pintas” (by pass) dalam peningkatan mutu pendidikan apabila dapat mengeksplorasi lebih dalam topik-topik yang dibahas dalam buku tersebut. Untuk itu diperlukan suatu sinergi bagaimana guru dapat menghasilkan buku yang bukan hanya mencerdaskan, namun juga mencerahkan dan menggugah nalar dan spiritual untuk menjadi lebih kreatif dan inovatif. Kita sering menyamakan antara cerdas dengan intelligent, padahal buku yang perlukan bukan hanya melulu untuk membuat orang cerdas. Yang diperlukan saat ini dan ke depan adalah buku yang bukan hanya intelligent textbook, melainkan harusmindful textbook.[22]

Buku yang mindful adalah buku yang memberi banyak perspektif bagi anak untuk berpikir yang disesuaikan dengan perkembangan anak. Selain itu buku tersebut juga dapat mengaitkan persepsi lingkungan yang dihadapi anak dan mendorong anak mampu mempersepsi solusi yang mungkin penting untuk anak. Untuk agama, hal ini menjadi penting karena situasi ini menjadi a novel situation, situasi yang senantiasa baru. Ini membuat para guru maupun siswa akan senantiasa merasa tercerahkan dengan situasi dan tantangan-tantangan baru yang menggoda nalar untuk selalu memperbaharui cara pandang kita terhadap situasi yang dirasakan atau diamati di lingkungan kita. Dan ini tentunya tidak mudah, sekalipun bukan mustahil. 

Buku ibarat lautan yang seolah tak bertepi. Saat seseorang membaca sebuah buku yang cocok dengan seleranya, ia akan tenggelam ke dalam lautan gagasan, pikiran, dan pengalaman penulisnya.[23] Dalam pengamatan Bahrul Hayat yang dikutip oleh tim penilai buku ajar dalam Pedoman Penilaian Buku Ajar, mengatakan bahwa textbook yang baik adalah textbookyang mindful, yang menggoda otak kita untuk berfikir dengan nalar yang  dinamis.[24] Menurutnya, Ciri-ciri buku yang baik adalah sebagai berikut :

Pertama, textbook harus meaningful. Ketika seorang anak membaca sebuah buku pelajaran, maka anak dipastikan akan dapat menangkap pesan dan makna yang terkandung. Jangan sampai membaca lima halaman buku, namun tidak mendapat sense apa-apa. Sebuah buku yang baik harus mampu menjadikan anak bisa tahu makna dan hasil yang diharapkan.

Kedua, buku yang baik harus mengandung aspekmotivational to learn dan motivational to unlearn. Ketika membaca sebuah buku pelajaran, anak akan termotivasi untuk belajar tanpa harus dipaksakan oleh guru. Karena buku adalah medium belajar, maka dia juga harus memuat motivational to unlearn. Ketika sesuatu dipersepsi secara salah, maka buku pelajaran juga harus bicara salah. Buku harus berperan untuk mencopot hal-hal yang salah. Banyak pendapat umum yang beredar selama ini yang salah, dan buku harus mengatakan ini salah. Dengan begitu anak tidak lagi bertanya mana yang benar dan mana yang salah.

Ketiga, buku yang baik harus keep attentive. Buku yang baik adalah buku yang mendorong anak untuk memiliki atensi, perhatian, terhadap apa yang dia pelajari. Ini memang sulit. Tetapi ketika membaca Kho Ping Hoo atau Harry Potter misalnya, orang akan sulit untuk berhenti. Ada apa ? Ada magnet attentive dimana penulis berhasil menanamkan kepada pembaca agar pembaca terus mengikuti apa yang akan disampaikan penulis.

Keempat, buku pelajaran harus bisa self study. Karena peran guru di kelas juga terbatas, maka buku harus bisa membantu atau mengisi kelemahan ini. Kalau buku-buku dikembangkan secara luas dengan self study, maka para siswa akan terbiasa untuk mengembangkan pola belajar yang mandiri.

Kelima, buku yang baik juga harus punya makna untuk menemukan nilai dan etika yang relevan dengan kehidupan kekinian dan moral yang berlaku. Tanpa hal ini, maka anak-anak akan menemukan hal-hal yang kontradiktif dalam dirinya. Kita harus saling melihat seluruh komponen pendidikan itu menyatu dan mengarah pada pembentukan karakter dan akhlak mulia ini. 

Dengan kondisi tersebut maka diperlukan suatu buku yang memadai pada dunia sekolah kita sehingga setiap sekolah dapat menyiapkan dunia akademiknya dengan mandiri sesuai dengan kebutuhan dan tantangannya. Sebagai salah satu indikator adalah, apabila guru-guru sekolah tersebut dapat menyiapkan bahan pembelajarannya sendiri. Namun demikian, keterlibatan kalangan penerbit dalam menyiapkan buku-buku juga patut didukung, sehingga guru-guru mempunyai bahan yang memadai untuk mereka dalam menyiapkan bahan pembelajaran.

Di antara ahli lain yang menetapkan buku ajar yang baik adalah Greene dan Petty yang dikutip oleh Tarigan. Kedua ahli ini menetapkan 10 (sepuluh) kriteria buku ajar  yang baik. Kriteria itu sebagai berikut :

Buku ajar itu haruslah menarik minat anak-anak, yaitu para siswa yang    memakainya.Buku ajar itu haruslah memberi motivasi kepada para siswa yang memakainya.Buku ajar itu haruslah memuat ilustrasi yang menarik hati para siswa yang memanfaatkannya.Buku ajar seyogyanya mempertimbangkan aspek-aspek linguistik sehingga sesuai dengan kemampuan para siswa yang memakainya.Isi buku ajar haruslah berhubungan erat dengan pelajaran-pelajaran lainnya, lebih baik lagi kalau dapat didukung dengan perencanaan, sehinga semuanya merupakan kebulatan yang utuh dan terpadu.Buku ajar haruslah dapat menstimulasi, merangsang aktivitas-aktivitas pribadi para siswa yang mempergunakannya.Buku ajar harus dengan sadar dan tegas menghindari konsep-konsep yang samar-samar dan tidak biasa agar tidak sempat membingungkan para siswa yang menggunakannya.Buku ajar harus mempunyai sudut pandang ataupoint of view yang jelas dan tegas sehingga juga pada akhirnya menjadi sudut pandang para pemakainya yang setia.Buku ajar harus mampu memberi pemantapan, penekanan pada nilai-nilai anak dan orang dewasa.Buku ajar harus dapat menghargai pribadi-pribadi para siswa.[25]

Ke sepuluh kriteria di atas harus diupayakan penemuannya oleh penulis buku ajar. Di samping itu, penulisan buku ajar perlu memperhatikan kesesuaiannya dengan standar isi dan mengarah kepada tujuan pendidikan, baik tujuan nasional, institusional, maupun tujuan instruksional.

Menurut Greene dan Petty dalam buku Tarigan terdapat beberapa pedoman penilaian buku ajar, yaitu sebagai berikut :

Sudut pandang (point of view). Buku ajar harus mempunyai landasan, prinsip, dan sudut pandang tertentu yang melandasi atau menjiwai buku ajar secara keseluruhan. Sudut pandang ini dapat berupa teori psikologi, bahasa, dan sebagainya.Kejelasan konsep. Konsep-konsep yang digunakan dalam buku paket harus jelas. Adanya penafsiran ganda perlu dihindari agar siswa atau pembaca dapat menangkap dan memahami kandungan buku ajar dengan tepat.Relevan dengan kurikulum. Buku paket digunakan di sekolah-sekolah sebagai sumber bahan pelajaran. Oleh karena itu, buku ajar harus relevan dengan kurikulum yang berlaku.Menarik Minat. Buku ajar ditulis untuk siswa. Karena itu penulisan buku ajar harus mempertimbangkan minat para siswa pemakai buku tersebut. Semakin sesuai buku ajar itu dengan minat siswa, semakin tinggi daya tarik buku tersebut.Menumbuhkan Motivasi. Motivasi[26] yang dimaksudkan di sini adalah penciptaan kondisi yang ideal sehingga seseorang ingin, mau, senang mengerjakan sesuatu. Buku ajar yang baik adalah buku ajar yang dapat membuat siswa ingin, mau, senang mengerjakan apa yang diintruksikan dalam buku tersebut.Menstimulasi aktivitas siswa. Buku ajar yang baik adalah buku ajar yang merangsang, menantang dan mengingatkan aktivitas siswa. Hal ini sesuai dengan konsep CBSA.Ilustratif. Buku ajar harus disertai dengan ilustrasi yang mengena dan menarik. Ilustrasi yang relevan akan memperjelas hal yang dibicarakan.Dapat dipahami siswa. Pemahaman harus didahului oleh komunikasi yang tepat. Faktor utama yang berperan adalah bahasa. Bahasa buku ajar hendaknya sesuai dengan bahasa siswa, kalimat efektif, terhindar dari makna ganda, sederhana, sopan, dan menarik.Menunjang mata pelajaran lain. Buku ajar PAI misalnya, di samping menunjang mata pelajaran lain seperti Olahraga, Sejarah, Ekonomi, Matematika, Kesenian, Geografi, dan sebagainya.Menghargai perbedaan individu. Buku ajar yang baik tidak membesar-besarkan perbedaan individu tertentu. Perbedaan dalam kemampuan, bakat, minat, ekonomi, sosial, budaya dan setiap individu tidak dipermasalahkan tetapi diterima sebagaimana adanya.Memantapkan nilai-nilai. Buku ajar yang baik berusaha memantapkan nilai-nilai yang belaku di masyarakat. Uraian-uraian yang menjurus kepada penggoyahan nilai-nilai harus dihindarkan.[27]

Untuk meningkatkan mutu buku, telah ditempuh langkah-langkah konkret mulai dari menyusun kriteria buku pelajaran yang baik. Kriteria itu kemudian disosialisasikan kepada penulis dan penerbit. Menstandarkan bukan berarti menyeragamkan. Di satu pihak, pemerintah memberikan kriteria sebagai pegangan, di pihak lain pemerintah memberikan kebebasan pengembangan buku kepada penulis. Sejalan dengan Permendiknas Nomor 2 Tahun 2008 Pasal 4 ayat (1) menjelaskan bahwa ”Buku teks pada jenjang pendidikan dasar dan menengah dinilai kelayakan-pakainya terlebih dahulu oleh Badan Standar Nasional Pendidikan sebelum digunakan oleh pendidik dan/atau peserta didik sebagai sumber belajar di satuan pendidikan”.[28] Hal ini dimaksudkan untuk memperoleh buku teks pelajaran yang memiliki kelayakan isi, bahasa, penyajian, dan kegrafikaan pada jenjang pendidikan SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, dan SMK.

Dengan cara ini mudah-mudahan kita bisa menghasilkan buku pelajaran yang baik. Bahwa mungkin proses standardisasi itu ada kekurangannya akan diperbaiki berdasarkan pengalaman, baik pengalaman si penulis ketika menggunakan kriteria yang terlihat dari buku hasil tulisannya maupun pikiran-pikiran para penyusun standar tersebut yang terus berkembang.

Buku ajar yang baik tentu memuat materi pembelajaran secara lengkap, tersusun baik, dan tidak mengandung hal-hal yang dapat menimbulkan gejolak yang tidak baik pada diri siswa. Dengan buku ajar yang baik, siswa dapat memperoleh informasi yang dibutuhkan dengan cara yang mudah.

Dalam buku Telaah Kurikulum Bahasa Indonesia, menjelaskan kriteria buku ajar yang dianggap baik paling tidak memenuhi delapan kriteria sebagai berikut :[29]

a.  Organisasi dan Sistematika

Pengertian organisasi mengandung arti susunan (atau cara bersusun) sesuatu yang terdiri atas komponen atau topik dengan tujuan tertentu, sedangkan sistematika mengandung arti kaidah atau aturan dalam buku ajar yang harus diikuti. Sebuah buku ajar berisi berbagai informasi yang disusun sedemikian rupa sehingga buku tersebut dapat digunakan untuk memenuhi tujuan pembuatan buku ajar tersebut.

Buku ajar PAI SMK tentu mempunyai organisasi dan sistematika yang baik. Dalam arti, buku ajar PAI setidaknya memuat pokok-pokok pembelajaran secara berurutan dan sesuai dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang telah ditetapkan dalam standar isi PAI.

Organisasi buku ajar sebaiknya memenuhi semua komponen pembelajaran yang dibuat secara terpadu antara pendekatan komunikatif dan kontekstual (CTL).  Keterampilan berbahasa dan bersastra, yaitu menyimak, berbicara, membaca dan menulis harus diurut sesuai dengan tingkat kesulitan dan keterkaitan antara topik yang satu dengan yang lainnya.

b.  Kesesuaian isi dengan kurikulum,

Maslow, sebagaimana dikutip dari Sudirman dan dikutip lagi oleh Pupuh Fathurrahman berkeyakinan bahwa minat seseorang akan muncul bila suatu itu terkait dengan kebutuhannya. Jadi, bahan pelajaran yang sesuai dengan kebutuhan anak didik akan memotivasi anak didik dalam jangka waktu tertentu.[30]

Suharsimi Arikunto yang dikutip Pupuh Fathurrohman mengatakan bahwa materi atau bahan pelajaran merupakan unsur inti yang ada di dalam kegiatan belajar mengajar, karena memang bahan pelajaran itulah yang diupayakan untuk dikuasai oleh anak didik. Karena itu pula, guru khususnya, atau pengembangan kurikulum umumnya, harus memikirkan sejauh mana bahan-bahan atau topik yang tertera dalam silabus berkaitan dengan kebutuhan peserta didik di masa depan. Sebab, minat peserta didik akan bangkit bila suatu bahan diajarkan sesuai dengan kebutuhannya.[31]

Materi merupakan medium untuk mencapai tujuan pengajaran yang dikonsumsi oleh peserta didik. Bahan ajar merupakan materi yang terus berkembang secara dinamis seiring dengan kemajuan dan tuntutan perkembangan masyarakat. Bahan ajar/materi yang diterima anak didik harus mampu merespon setiap perubahan dan mengantisipasi setiap perkembangan yang akan terjadi di masa depan. Oleh karena itu persyaratan materi yang harus dipelajari oleh anak didik menghendaki buku ajar PAI SMK harus sesuai dengan ketentuan-ketentuan pembelajaran. Ketentuan itu tertuang dalam standar isi kurikulum mata pelajaran PAI.

Selain ketentuan di atas, ada juga ketentuan lain yang tidak bisa diabaikan oleh buku ajar, yaitu:

1)      Tujuan pembelajaran

2)      Program pembelajaran

3)      Alokasi waktu, dan

4)      Pendekatan pembelajaran

Tujuan pembelajaran mengarahkan ke mana sebuah pembelajaran. Jika ketentuan ini tidak dipenuhi, maka pengajaran akan berpoli arah tak menentu. Tujuan tidak tercapai atau malah tidak dapat diukur ketercapaianya. Penyebutan pembelajaran itu pada dasarnya menyuratkan adanya tujuan.

Program pembelajaran juga amat penting untuk disajikan dalam buku ajar. Menurut Crow & Crow yang dikutip oleh Sutari Imam Barnadib mengatakan bahwa buku termasuk salah satu dari alat-alat pengajaran atau pembelajaran.[32] Penyusunan program sebenarnya dilakukan agar tujuan  pembelajaran dapat dicapai dengan baik. Tidak adanya program pembelajaran akan bermuara pada tidak tercapainya tujuan pembelajaran.

Demikian pula dengan alokasi waktu, juga sangat menentukan tercapainya tujuan. Tidak efisien dalam mengalokasikan waktu akan mengakibatkan tidak tercapainya tujuan pembelajaran. Mungkin terlalu cepat selesai sehingga banyak materi yang terlalu cepat dibahas, mungkin juga harus menambah banyak waktu tambahan karena terlalu terlena dengan materi yang disukai guru.

Akhirnya pendekatan pun sangat menentukan keberhasilan pembelajaran. Pendekatan kognitif menjadikan siswa memahami bahan ajar  sebatas pengetahuannya saja, sedangkan pendekatan keterampilan proses lebih melibatkan unsur kreativitas siswa untuk mencari lebih banyak informasi yang terdapat dalam buku ajar itu.

c.  Kesesuaian Pengembangan Materi dengan Tema/Topik

Materi-materi pembelajaran dalam buku ajar dikembangkan oleh penulisnya dengan memperhatikan topik-topik pembelajaran yang terdapat dalam kurikulum. Tujuan pengembangan materi adalah agar materi-materi pembelajaran mudah dicerna oleh pemakai buku, yaitu siswa.

Supaya pengembangan materi terarah dan memenuhi sasaran penulisan buku, maka pengembangan materi harus didasarkan pada tema/topik. Tema/topik merupakan titik tolak pembelajaran PAI. Tema/topik selanjutnya akan mengarahkan penyusunan tujuan pembelajaran.

Dengan dasar pijak alur penyusunan tersebut, penilaian terhadap buku ajar juga harus diarahkan pada kriteria sesuai tidaknya pengembangan materi dengan tema/topik.

d.  Perkembangan Kognitif

Perkembangan kognitif siswa juga perlu dipertimbangan dalam penulisan dan pemilihan buku ajar. Jadi untuk dapat memanfaatkan materi-materi pembelajaran yang menunjang kemampuan siswa, sebaiknya memilih materi yang memiliki tingkat kesulitan sedikit di atas rata-rata pada saat proses pembelajaran. Namun demikian, variasi materi tetap diutamakan untuk menghindari kesulitan menangkap maksud yang ingin disampaikan atau sebaliknya menimbulkan kebosanan pada siswa.

e.  Pemakaian/Penggunaan Bahasa

Bahasa adalah alat komunikasi.[33] Dalam kaitan dengan pemakaian bahasa, buku ajar harus memenuhi kriteria pemakaian bahasa Indonesia yang baik dan benar dan mengikuti perkembangan zaman. Perkembangan zaman dimaksud adalah perkembangan penggunaan bahasa Indonesia dalam buku ajar baik sebagai kutipan maupun bahasa tulis (pemakaian bahasa Indonesia saat ini).

Bahasa Indonesia yang baik dan benar adalah bahasa yang sesuai dengan kaidah-kaidah bahasa Indonesia dan situasi dan kondisi (konteks) komunikasi. Kriteria bahasa yang sesuai dengan situasi dan kondisi ditentukan oleh hal-hal sebagai berikut : 1) siapa yang mengajarkan, 2) siapa yang menerima ajaran,        3) apa yang diajarkan, 4) kapan diajarkan, 5) di mana diajarkan, dan 6) melalui medium apa diajarkan.

f.  Keserasian Ilustrasi dengan Wacana/Teks Bacaan

Agar buku ajar menarik bagi siswa, buku ajar harus selalu disertai dengan ilustrai atau gambar. Di samping untuk tujuan menarik perhatian, ilustrasi atau gambar di dalam buku ajar juga mempunyai kegunaan lain, yaitu untuk mempermudah pemahaman dan untuk merangsang pembelajaran PAI secara komunikatif.

Supaya kehadiran gambar di dalam buku ajar dapat berfungsi secara optimal, pemilihan dan peletakan gambar harus disesuaikan dengan teks bacaan atau wacana.

Teks bacaan atau wacana harus berkaitan atau sejalan dengan ilustrasi atau gambar yang dicantumkan berkenaan dengan teks bacaan tersebut. Kaitan itu tidak cukup hanya dengan informasi-informasi yang ada di dalam buku suatu teks bacaan melainkan juga dengan gagasan-gagasan utama di dalam teks bacaan itu. Dengan demikian, pemilihan dan pencantuman ilustrasi juga akan dengan sendirinya berkaitan dengan tujuan pembelajaran dan tema/topik yang telah ditetapkan.

g.  Segi Moral/Akhlak

Moral atau akhlak juga merupakan kriteria penilaian buku ajar. Buku ajar PAI SMK, sebagaimana buku ajar lainnya, harus mempertimbangkan segi moral/akhlak. Hal ini penting karena bangsa Indonesia adalah bangsa yang sangat memelihara kerukunan umat beragama, yang sangat memperhatikan aspek-aspek moral dalam sendi-sendi kehidupan bermasyarakat.

Kalau begitu, faktor-faktor apakah yang berkaitan dengan aspek akhlak yang harus dipertimbangkan dalam penulisan buku ajar atau penilaian isi buku ajar  saat ini yang telah digunakan di sekolah. Faktor-faktor tersebut meliputi pertama, sifat-sifat baik seperti kejujuran, sifat amanah (terpercaya), keberanian, selalu menyampaikan hal-hal yang baik, kesopanan, ketaatan beribadah, persaudaraan, kesetiakawanan, mencintai/mengasihi sesama makhluk, berbakti kepada orang tua, taat kepada pemimpin, dan sebagainya.Kedua, hendaknya dalam buku ajar tidak mencantumkan sesuatu yang dapat membangkitkan sifat-sifat buruk seperti kecurangan, pengecut, ketidaksopanan, keingkaran, kemungkaran, kejahilan, kekerasan, keberingasan, permusuhan, kekejian, kemalasan, sering berbohong, dan sebagainya.

h.  Idiom Tabu Kedaerahan

Kriteria terakhir dalam penilaian buku ajar adalah apakah terdapat idiom tabu kedaerahan? Idiom adalah bahasa dan dialek yang khas menandai suatu bangsa/daerah, suku, kelompok, dan lain-lain, sedangkan tabu adalah sesuatu yang terlarang atau dianggap suci, tidak boleh diraba dan sebagai (pantangan atau larangan). Idiom tabu adalah suatu bahasa atau dialek yang khas dimiliki oleh suatu daerah dan dianggap suci/baik serta tidak boleh dipermainkan.

Buku ajar PAI sebagai media dalam proses belajar mengajar, sedapat mungkin terhindar dari idiom-idiom tabu kedaerahan. Suatu idiom dinyatakan tabu oleh suatu kebudayaan biasanya karena kebudayaan atau masyarakat yang memiliki kebudayaan itu mempunyai pengalaman yang tidak baik, sakral atau dapat menyinggung perasaan orang lain. Bisa jadi juga kebudayaan atau suatu masyarakat itu memiliki sistem nilai yang menolak idiom-idiom tersebut. Oleh karena itu, pencantuman idiom-idiom tabu dapat menyebabkan siswa menjadi terbiasa dengan idiom-idiom itu. Berhati-hatilah dengan pemakaian bahasa yang mengarah ke sana.

Akibat sesaat yang ditimbulkan oleh penyebutan idiom-idiom tabu kedaerahan adalah rasa risih, jijik, atau kesan tidak sopan. Akibat yang lebih jauh dari penyebutan idiom-idiom tabu kedaerahan yang berkali-kali adalah rusaknya sistem nilai yang dianut oleh masyarakat atau kebudayaan. Paling tidak penyebutan itu dapat mempengaruhi perkembangan psikhis siswa secara negatif.

Selain itu, unsur-unsur yang harus dihindari adalah instabilitas nasional termasuk unsur-unsur SARA. Perbedaan-perbedaan yang ada di dalam masing-masing suku, agama, ras, dan antargolongan seharusnya tidak dipertajam. Lebih baik apabila menghindari atau menjauhinya.

Sedangkan Syamsul Arifin dan Adi Kusrianto memberikan tolok ukur buku ajar yang baik sebagai berikut : 1) Format buku sesuai dengan format ketentuan UNESCO, yaitu ukuran kertas A4 (21 x 29,7 cm), 2) Memiliki ISBN (International Standard Book Number)[34], 3) Dengan gaya bahasa semi formal, 4) Struktur kalimat minimal SPOK, 5) Mencantumkan TIU, 6) TIK dan kompetensi, 7) Disusun sesuai dengan Rencana Pembelajaran, 8) Menyertakan pendapat atau mengutip hasil penelitian pakar, 9) Menggunakan catatan kaki/catatan akhir/daftar pustaka dan jika mungkin menyertakan indek, 10) Mengakomodasi hal-hal/ ide-ide baru, 11) Diterbitkan oleh penerbit yang kredibel, dan 12) Tidak menyimpang dari falsafah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Setiap halaman buku hendaknya mengacu pada hal-hal berikut; setiap alinea berisi satu pokok pikiran, menggunakan alinea yang pendek, menggunakan kalimat-kalimat pendek, agar mudah diingat (10-14 kata per kalimat), setiap halaman dibuat menarik dan mudah diingat secara verbal maupum visual (mengindahkan kaidah penggunaan tipografi dan tata letak yang baik), setiap halaman berisi teks, grafik/diagram, tabel, gambar (berupa foto maupun ilustrasi), inset pengingat,inset history, dan menuliskan kalimat motivasi dan inspirasi.

[1] R Masri Sareb Putra dan Yennie Hardiwidjaya, How to Write and Market a Novel : Panduan Bagi Novelis, Pendidik, dan Industri Penerbitan, (Bandung : Kolbu, 2007), hlm. 82.

[2] Buku diartikan sebagai “beberapa helai kertas yang terjilid berisi tulisan untuk dibaca atau halaman-halaman kosong untuk ditulisi”. A Rahmat Rosyadi, Menjadi Penulis Profesional Itu Mudah : Proses Kreatif Menulis dan Menerbitkan Buku Sekolah dan Perguruan Tinggi, (Bogor : Ghalia Indonesia, 2008), hlm. 93. Lihat juga KBBI, 1984 : 161. Pengertian buku yang dimaksudkan bukan buku cetakan, melainkan buku bacaan yang diterbitkan oleh penerbit. Buku yang diterbitkan itu terdaftar secara resmi di Perpustakaan Nasional dengan memiliki nomor seri yang disebut International Series Book Number (ISBN). Buku yang ditulis tidak cukup sekeda terbit, kemudian diedarkan, lalu dijual. Yang terpenting dari kehadiran buku di tengah pembacanya adalah buku itu harus bergizi, tidak kering. Buku yang bergizi harus mampu menggerakkan pikiran pembacanya. Hernowo, Mengikat Makna, (Bandung : Kaifa, 2001), hlm. 88.

[3] Nasution S., Metode Research, (Bandung : Jemmars, 1982), hlm. 119.

[4] Wilardjo L., Buku Teks di Bidang Ilmu dan Teknologi: dalam Kritis, (No. 3 th. III, Januari 1989), hlm. 34.

[5] Berdasarkan isinya, buku diklasifikasikan menjadi dua, yaitu buku fiksi dan buku nonfiksi. Berdasarkan peruntukan-nya, buku diklasifikasikan menjadi buku umum dan buku sekolah. Berdasarkan tujuannya, buku diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu buku ajar dan buku pengayaan.

[6] Johan Wahyudi, Menulis untuk Masa Depan, Sunday 22 March 2009 (05:52).

[7] R Masri Sareb Putra,How to Write Your Own Text Book Cara Cepat dan Asyik Membuat Buku Ajar yang Powerful, (Bandung : Kolbu, 2007), hlm.11.

[8] Tarigan, Telaah Buku Teks Bahasa Indonesia, (Bandung : Angkasa, 1986), hlm. 11.

[9] Ibid.

[10] Ibid.

[11] Taylor Barbara, Reading Difficulties, (New York : Random House, 1988), hlm. 1523.

[12] http://en.wikipedia.org/wiki/Textbook (09-03-2009, 10:10).

[13] Tarigan, Loc. Cit.

[14] Selengkapnya lihat  PP Nomor  19 tahun 2005 pasal 43.

[15] Lihat Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2008 Pasal 1 (3) tentang Buku.

[16] Ibid. Karena buku ajar disusun berdasarkan rencana pembelajaran, biasanya dimulai dengan menetapkan terlebih dahulu tujuan pembelajaran (learning objective), kemudian membuat diagram alir yang dikenal dengan sebutan analisis pembelajaran (instructional analysis), dilanjutkan dengan membuat rencana pembelajaran, dan kemudian menyusun buku ajar.

[17]Nana Sudjana, Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar, (Bandung : Sinar Baru Algesindo, 1995), hlm. 6.

[18] Syamsul Arifin dan Adi Kusrianto, op. cit., hlm. 58.

[19] Greene dan Petty, Developing Language Skill in The Elementary Schools, (Boston : Alyn and Bacon Inc., 1981), hlm. 540-2.

[20] “Motivasi merupakan kekuatan dahsyat yang dapat menuntun Anda menggapai sukses. Orang yang tak memiliki motivasi belajar dalam dirinya, maka hadirnya guru profesional (sebagai motivator dari luar) sangat diperlukan.” (M. Sobri Sutikno). Istilah motivasi berpangkal dari kata “motif” yang dapat diartikan sebagai sebagai daya penggerak yang ada di dalam diri seseorang untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi tercapainya suatu tujuan. Bahkan motif dapat diartikan sebagai suatu kondisi kesiapsiagaan. Adapun menurut Mc. Donald (dalam Sardiman, 1986), motivasi adalah perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya “feeling” dan di dahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan. Motivasi ada dua, yaitu (1) motivasi Intrinsik dan (2) motivasi ekstrinsik, yang saling berkaitan satu dengan lainnya. Motivasi intrinsik adalah motivasi yang timbul dari dalam diri individu sendiri tanpa ada paksaan dorongan orang lain. Motivasi ini sering disebut “motivasi murni”, atau motivasi yang sebenarnya, yang timbul dari dalam diri siswa, misalnya keinginan untuk mendapatkan keterampilan tertentu, mengembangkan sikap untuk berhasil, dan sebagainya. Motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang timbul sebagai akibat pengaruh dari luar individu, apakah karena adanya ajakan, suruhan, atau paksaan dari orang lain sehingga dengan keadaan demikian siswa mau melakukan sesuatu. Ini diperlukan di sekolah sebab pembelajaran di sekolah tidak semuanya menarik minat, atau sesuai dengan kebutuhan siswa. Kalau keadaan seperti ini, maka siswa yang bersangkutan perlu dimotivasi agar belajar, dan guru harus berusaha membangkitkan motivasi belajar siswa sesuai dengan keadaan siswa itu sendiri. Sobri Sutikno M., Belajar dan Pembelajaran Upaya Kreatif dalam Mewujudkan Pembelajaran yang Berhasil, (Bandung : Prospect, 2009), hlm. 71-73.

[21] Syamsul Arifin dan Adi Kusrianto, Loc.  cit.

[22] Tim Penilai Buku Ajar, Pedoman Penilaian Buku Ajar, (Jakarta : Departemen Agama Direktorat PAIS).

 

[23] Bambang Trim, Menjadi Powerful Da’i dengan Menulis Buku, (Bandung : Kolbu, 2006), hlm. xiv.

[24] Tim Penilai Buku Ajar, op. cit.

[25] Tarigan, Telaah Buku Teks Bahasa Indonesia, (Bandung : Angkasa 1993), hlm. 20. Lihat juga Greene and Petty, Developing Language Skills in The Elementary Schools, (Boston : Allyn and Bacon, Inc.), hlm. 545-8.

[26] Motivasi berarti pemberian atau penimbulan motif atau hal yang menjadi motif. Tegasnya, motivasi adalah motif atau hal yang sudah menjadi aktif pada saat tertentu, teritama bila kebutuhan untuk mencapai tujuan terasa sangat mendesak. Abd. Rachman Abror,Psikologi Pendidikan, (Yogyakarta : Tiara Wacana Yogya, 1993), hlm. 114. Atkitson, (et al) mengatakan “Motivation refers to the factors that energize and direct behavior” (Motivasi mengacu kepada faktor-faktor yang menggerakkan dan mengarahkan tingkah laku). Atkinson, Rita L., (et al.), Introduction to Psychology, (New York : Harcourt Brace Jovanovich, Inc., 1983), hlm. 314. Motivasi (motivation) adalah keseluruhan dorongan, keinginan, kebutuhan, dan daya yang sejenis yang mengarahkan perilaku. Harold Koontz O. Donnel dan Heinz Weihrich, Management, (McGraw Hill : Kogaguska, 1980), hlm. 115. Motivasi juga diartikan suatu variabel penyelang yang digunakan untuk menimbulka faktor-faktor tertentu di dalam organisme, yang membangkitkan, mengelola, mempertahankan, dan menyalurkan tingkah laku menuju satu sasaran. James P. Chaplin, Kamus Lengkap Psikologi, terj. Kartini Kartono, judul asli “Dictionary of Psychology”, (Jakarta : Rajawali, 1999), hlm. 310. Dalam diri seseorang, motivasi berfungsi sebagai pendorong kemampuan, usaha, keinginan, menentukan arah, dan menyeleksi tingkah laku. Richard M. Hodgetts dan Donal F. Kurako,Management, (Sandiego : Harcourt Brace Pub., 1988), hlm. 284. Kemampuan adalah tenaga, kapasitas atau kesanggupan untuk melakukan suatu perbuatan yang dihasilkan dari bawaan sejak lahir atau merupakan hasil dari pengalaman. Usaha adalah penyelesaian suatu tugas untuk mencapai keinginan. Sedang keinginan adalah satu harapan, kemauan, atau dorongan untuk mencapai sesuatu atau untuk membebaskan diri dari suatu perangsang yang tidak menyenangkan. Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir, Nuansa-nuansa Psikologi Islam, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2001), hlm. 243.

[27] Ibid., hlm. 23.

[28] Lihat Permendiknas Nomor 2 Tahun 2008 Pasal 4 ayat (1) tentang Buku.

[29] Telaah Kurikulum Bahasa Indonesia, hlm. 143-150.

[30] Pupuh Fathurrohman & M Sobry Sutikno, Strategi Belajar Mengajar : Melalui Penanaman Konsep Umum & Konsep Islami, (Bandung : Refika Aditama, 2009), hlm. 14.

[31] Ibid.

[32] Sutari Imam Barnadib, Pengantar Ilmu Pendidikan Sistematis, (Yogyakarta : Andi Offset, 1993), hlm. 95.

[33] Jabrohim, Chairul Anwar, dan Suminto A. Sayuti,Cara Menulis Kreatif, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2009), hlm. 3.

[34] ISBN sebenarnya lebih berhubungan pada proses pemesanan sebuah buku pada penerbit. Setiap buku yang diterbitkan pasti mempunyai ISBN yang berbeda. Oleh karena itu jika seseorang pembaca ingin memesan suatu buku, ia cukup menyebutkan judul buku dan ISBN-nya. Jika penyebutan ISBN-nya tepat, pasti pembaca akan mendpatkan buku sesuai dengan pesanannya dan tidak akan tertukar dengan judul buku lain atau tertukar dengan buku yang mempunyai judul sama, tetapi dijilid dengan sampul berbeda. Kadang-kadang, di belakang ISBN terdapat kode hb dan pb. Kode hb adalah kde untuk buku bersampul tebal (hb = hardback/hardcover), sedangkan kode pb adalah kode untuk buku yang bersampul tipis (pb = paperback/softcover). ISBN juga merupakan sarana promosi buku. Informasi ISBN ini disebarluaskan oleh Badan Nasional yang berada di Jakarta dan Badan Internasional yang berlokasi di Berlin. Badan Nasional ISBN menyebarkan informasi ISBN melalui berbagai terbitan, Bibliografi Nasional Indonesia (BNI), direktori, dan majalah berita ISBN. ISBN terdiri atas 10 digit, di mana 1 sampai 3 digit pertama adalah group identity, 2 hingga 7 digit kedua disebutpublisher identity, 1 hingga 6 digit adalah title identity(nomor urut buku), dan satu digit terakhir adalah check digit (nomor pemeriksa). Check digit selalu satu angka, jika angkanya lebih dari satu, ditulis dengan huruf romawi, misalnya X untuk 10. Contoh kode ISBN : ISBN 979-20-7304-3 atau 1-85172-034-0.